"Bergerak cepat?" Saaritha balas bertanya karena tidak yakin pada dirinya sendiri.
"Harus yakin dengan jawabanmu," Thozai memarahi. "Aturan nomor dua?" dia lanjut bertanya.
"Tidak ada interupsi," jawab Sarritha, kali ini dengan percaya diri.
"Aturan nomor tiga?" tanya Thozai lagi.
"Guru, Anda tidak memberi tahu saya aturan nomor tiga."
Thozai menampar pipinya secepat kilat meski tak sapai menyakitkan.
"Siaga," katanya kemudian tamparan cepat lainnya di pipi satu lagi.
Seorang penjaga datang menonton.
Tamparan lain menyusul dan Sarritha terlalu lambat menangkisnya. Kemudian lagi dan lagi dan mulai menyengat karena pengulangan tamparan dan akhirnya dia berhasil memblokir satu dan kemudian setelah beberapa saat kemudian yang lain dan kepercayaan dirinya mulai tumbuh.
Thozai melakukan hal yang tidak terpikirkan dengan mencoba menendangnya tetapi dia berhasil memblokirnya. Sarritha telah melihat kaki gurunya terangkat dari tanah.
Dengan satu putaran cepat, Thozai melontarkan pukulan keras dan menendang yang jika Sarritha gagal memblokirnya maka dia akan terluka. Sarritha mencoba untuk mengelak tetapi dia terjatuh ke tanah beberapa kali. Akhirnya, Thozai berkata, "Aturan nomor empat, serang lebih dulu."