Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Badai Takdir (Sepuluh)

30 Maret 2023   12:38 Diperbarui: 30 Maret 2023   12:57 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

"Apa artinya?" tanya Nusvathi.

"Tidak ada yang tahu," Angrokh menjawab dan kemudian melihat ke mata Kendida. "Atau setidaknya aku pikir tidak ada yang tahu. Benarkah itu, Kendida?"

Kendida terdiam lama. "Garis keturunanku akan berakhir padaku ..."

"Dan Kinan akan mengambil alih." Angrokh terdiam saat menyadari implikasinya. "Kendida, bukan salahmu bahwa susur galurmu akan pupus bersama-"

Kendida sudah berada di depan pintu dan kemudian keluar. Mereka tidak melihat senyum di wajahnya.

"Dia menyalahkan dirinya sendiri," kata Angrokh singkat.

"Apakah menurutmu itu sebabnya mengapa Thozai ada di sini? Dia masih mencoba."

Angrokh menggelengkan kepalanya dengan sedih, "Dia pasti mengerti bahwa sudah terlambat untuk melakukan sesuatu."

"Tapi mengapa Thozai tidak mungkin melakukannya? Jika dia sekuat itu, bukankah dia mestinya bisa melakukan hal seperti itu?"

"Aku tidak tahu banyak tentang penyihir kecuali apa yang ada di buku sejarah. Tetapi bahkan jika sihirnya sangat kuat, dia tidak bisa mempunyai anak. Ada alasan mengapa mereka hanya bisa kawin dengan sesamanya. Anak-anak yang dilahirkan biasanya sangat kuat sehingga mereka membunuh ibunya saat mereka lahir. Dan jika ibunya bisa bertahan hidup ... belum pernah terjadi."

"Bagaimana jika dia tidak tidur dengannya?"

"Kendida sudah lama tidak bersama suaminya," kata Angrokh sangat yakin dengan apa yang keluar dari mulutnya.

"Tetapi untuk alasan apa lagi Thozai berada di sini? Kamu sendiri yang bilang bahwa penyihir sangat egois, segala sesuatu yang demi kepentingannya sendiri akan mampu membawanya ke sini dan menahannya di sini selama lima tahun ini."

"Benar."

"Haruskah kita melaporkan ini ke dewan?"

"Tidak, apa pun alasannya dia ada di sini, aku yakin itu tidak ada hubungannya dengan administrasi."

"Kamu harus berhati-hati, Angrokh."

"Tentu."

"Atau sebenarnya kamu hanya khawatir dia mungkin tidur dengan Kendidamu tersayang."

Angrokh menyipitkan matanya ke arah Nusvathi. "Jaga mulutmu. Aku bisa menghancurkanmu," suaranya sangat rendah namun dalam.

Nusvathi menunduk meminta maaf.

Tahta Nusvathi bukan bukan haknya. Orang-orang memilih antara kandidat yang diajukan oleh Angrokh. Secara keseluruhan, Angrokh memiliki kekuatan untuk menyingkirkan Nusvathi dari singgasananya.

***

Sarritha pulang dengan penuh semangat. Dia menemukan teman sekamarnya sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang mendiskusikan peraturan yang telah diberikan dalam pengarahan. Kailin sedang mempelajari etiket penghormatan yang baik dan Ynne membacakan sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di hadapan para tamu undangan.

Mereka mendongak saat Sarritha memasuki rumah.

"Kamu terlihat bahagia hari ini," komentar Ynne.

"Kalian tidak akan pernah bisa menebak apa yang terjadi padaku hari ini," kata Sarritha.

"Apa?" Kailin bertanya, tapi sebelum Sarritha menjawab, terdengar derap langkah kaki kuda tepat di luar rumah.

Mereka diam menunggu untuk mendengar apakah hewan itu berhenti di depan rumah mereka atau rumah tetangga.

Terdengar suara pintu mereka diketuk. Sarritha yang paling dekat dengan pintu pergi untuk membuka tetapi yang lain juga datang untuk melihat siapa itu. Seorang penjaga kerajaan berdiri di luar.

"Apakah ini kediaman Sarritha Fis?" Dia bertanya.

"Ya," jawab Ynne dari belakangnya.

"Sarritha Fis?" dia bertanya sambil menatap langsung ke Sarritha.

"Ya."

Ada kelegaan dari mata penjaga itu, "Tolong tanda tangani di sini," katanya sambil menyodorkan papan dengan secarik kertas. Kertas sangat terbatas dan hanya digunakan untuk hal-hal penting atau beberapa orang yang sangat kaya.

Sarritha menandatangani namanya. Penjaga itu menyerahkan sebuah amplop dan dia hendak menutup pintu.

"Tunggu sebentar."

Penjaga kembali ke kuda dan mengambil pedang beserta sarungnya, busur dan beberapa anak panah. Dia menyerahkan semuanya pada Sarritha.

"Ini sudah semua. Senang bertemu denganmu," katanya, lalu meninggalkan mereka.

Sarritha membawa semuanya ke dalam rumah dan meletakkannya di atas meja, saat Ynne bertanya dengan rasa ingin tahu. "Ada apa? Mengapa dia memberimu semua ini?"

Sarritha tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia membuka segel di amplop dan membacanya dengan Kailin dan Ynne di pundaknya.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun