Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Badai Takdir (Sembilan)

28 Maret 2023   11:16 Diperbarui: 28 Maret 2023   11:25 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Angrokh menoleh ke Nusvathi, "Thozai lahir jauh setelah perang besar yang berarti orang tuanya mungkin mengajarinya."

"Bukankah dia mengajar anak-anaknya sendiri?"

Kendida tersenyum, "Dia tidak punya anak. Dia terlalu muda."

Nusvathi kebingungan. Angrokh memutuskan untuk menjelaskan. "Penyihir memiliki garis waktu yang berbeda dengan kita. Dia mungkin berusia dua ratus lima puluh tahun. tetapi dalam arti sebenarnya dia mungkin baru mencapai dua puluh."

"Jadi dia baru saja menjadi dewasa!"

"Orang dewasa yang sangat bijaksana. Tentang penyihir memiliki anak adalah sangat rumit. Mereka hanya bisa kawin dengan penyihir wanita untuk bereproduksi. Setelah perang besar, banyak dari mereka tewas. Mendapatkan jodoh menjadi masalah besar."

Angrokh berhenti. "Apakah kamu tahu mengapa kita mendapatkan dia?" jarinya menunjuk Kendida. "Kita bisa memerintah koloni ini sendiri dan para jenderal bisa mengurus tentara."

"Kenapa dia ada di sini?" Nusvathi bertanya dengan rasa ingin tahu.

"Karena untuk beberapa alasan yang tidak diketahui, garis keturunannya memiliki hubungan yang tidak dapat dipahami dengan penyihir. Mereka saling merasakannya ketika berada di sekitar. Kamu tahu kapan bagian terburuk datang? Ketika seorang penyihir melahirkan, para wanita di garis keturunannya mengetahuinya." Dia berhenti lagi. "Aku yakin jika kita memeriksa kitab sejarah kerajaan, kita akan menemukan tanggal pasti Thozai lahir."

"Kalian tidak diizinkan membaca kitab sejarah," Kendida keberatan.

Nusvathi malah bertanya, "Apa yang terjadi kemudian? Saat mereka melahirkan maksudku."

Kendida menjawab, "Kami merasakan rasa sakit mereka. Setiap detiknya. Itu adalah kutukan yang dikenakan pada leluhurku untuk menghentikan kami memburu mereka. Kita seharusnya mengalaminya seperti yang mereka alami. Aku selalu merasa itu sedikit empatik."

"Apa yang berbeda dari cara mereka mengalaminya?"

Kendida merenung lama sebelum menjawab. "Sangat buruk. Dalam catatan yang aku baca, sangat sedikit dari kami yang selamat. Apa yang tidak mereka perhitungkan adalah bahwa kami sebagai keturunan akan lebih terdorong untuk menghentikan hal yang sama terjadi pada kami. Aku telah membaca buku harian para ratu sebelumku dan telah merasakan penderitaan mereka. Mereka mengalami rasa sakit itu dan pada akhirnya menyadari bahwa tidak ada anak yang dapat mereka sebut sebagai anak mereka sendiri. Jika mereka memiliki keberanian untuk terus memburu para penyihir, mereka harus tahu bahwa salah satu dari mereka bisa menjadi ibu atau ayah dari anak tersebut. Dan meskipun bertahan hidup, mereka tidak pernah melupakan pengalaman yang menyakitkan itu."

"Pada hari itu penyihir lelaki melontarkan kutukan tersebut, penyihir wanita pasangannya mengucapkan mantra lain. Ada yang bilang itu semacam ramalan. Kalimat tepatnya berbunyi---"

Kendida memotong. "Suatu hari akan datang ketika aliran sungai terkutuk dipotong ringkas dan itu adalah hari dua garis besar akan bertemu. Sejak saat itu satu garis akan mati sementara garis lain yang jauh lebih kuat dari yang terakhir akan dimulai!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun