Aku melihatnya menyentuh lantai, terbelah menjadi dua. Hiasan kaca di atas tutupnya patah, berguling, bebas lepas dari batas-batas keterikatan.
Awalnya, aku terang-terangan menangis. Mataku sudah basah duluan karena cedera di lutut. Aneh, bagaimana sesuatu yang tampaknya tidak bisa dihancurkan setelah berpuluh tahun digunakan dan dihargai tanpa batas tergeletak berantakan tak berdaya di lantai.
Aku menempelkan potongan-potongan itu kembali dengan tenang dengan lem setan. Aku sekarang faham, lebih  dari sebelumnya, lelucon itu hanya untuk mengingatkan diriku sendiri tentang apa yang sudah kuketahui. Bahwa cinta kami, cedera dan luka di banyak tempat, bertahan dengan kemauan keras dan lem gila, sudah ada jauh sebelum stoples itu ada.
Bandung, 26 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H