Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Badai Takdir (Enam)

20 Maret 2023   13:13 Diperbarui: 20 Maret 2023   13:11 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

"Dia tidak tertarik dengan Kinan."

"Bagaimana kamu tahu?"

"Kinan terlalu mudah dibaca. Kamu lihat wajahnya dan langsung tahu apa yang dia pikirkan."

"Kalau begitu kamu harus mengajarinya cara menyembunyikan emosi."

"Akan sulit, tapi ... baiklah."

Kendida mendadak berdiri. "Thozai akan melatih Sarritha."

"Aku tidak setuju. Lagi pula, mengapa bukan kamu sendiri yang melatihnya?"

"karena aku akan sibuk dengan Kinan dan ingin menunjukkan bahwa aku tidak cemburu. Apa pun yang akan terjadi di antara mereka berdua bukanlah urusanku."

"Tetapi kamu tahu bahwa untuk menjadi pengawal kerajaan harus dengan persetujuanmu. Tidak ada gunanya melatihnya jika kamu tidak mengizinkannya masuk."

"Aku tahu," Kendida tersenyum.

***

"Keberatan kalau kubantu?" Thozai bertanya setelah memperhatikannya selama beberapa waktu. Sarritha mengangkat bahu lalu mulai menumpuk buku di tangannya. Dia membawa beberapa lalu mulai berjalan ke rak. Seorang penjaga buku yang lebih tua sedang menatapnya sambil menggelengkan kepalanya. Sarritha tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah apa Thozai tawarkan pada dirinya sendiri. "

Apakah kamu menikmati pekerjaanmu?" tanya Thozai memecah keheningan.

"Maaf?" Sarritha tidak mendengarnya karena pikiran yang ada di benaknya berkelana jauh. Dia mengatur buku-buku itu kembali ke rak dan mulai mengambil buku-buku yang ada di tangan Thozai.

"Apakah kamu menikmati pekerjaanmu?" dia bertanya lagi.

"Iya."

"Jangan bohong, Sarritha."

Gadis itu terkejut. Apakah semua orang tahu namanya di tempat ini? Dia menjawab, "Tidak."

Mereka berjalan kembali ke meja.

"Apakah kamu pernah berpikir untuk melakukan sesuatu yang berbeda?"

"Ya, tapi saya tidak bisa meskipun ingin."

"Kenapa tidak?"

Sarritha berpikir sejenak. "Saya tidak... Saya tidak memiliki garis keturunan yang tepat sehingga tidak diterima saat melamar."

"Kamu tahu itu dan kamu tetap melamar?"

"Ya."

"Apa yang membuatmu berpikir bahwa kamu bisa melakukannya?" Thozai bertanya sambil duduk. Matanya masih tertuju padanya tapi sekarang Sarritha sudah terbiasa dengan tatapan pria itu.

"Ada dalam darah saya!" katanya singkat sambil terus menumpuk buku.

"Benarkah?" tanya Thozai perlahan meraih belati yang tergantung di sarung di sisi kanannya. "Tapi aku pikir kamu bilang kamu tidak ..."

Nyaris tanpa jeda, Thozai melemparkan belati ke arah Sarritha dengan tujuan agar tidak mengenai kepalanya. Dia mendapatkan reaksi yang dia inginkan. Gadis itu merunduk tetapi Thozai menyelipkan kakinya ke kaki Sarritha dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Sarritha melepaskan buku-buku di tangannya dan menangkap meja untuk menstabilkan dirinya, tetapi naluri mengambil alih saat dia mendorong meja dan bergerak mundur.

Dia melihat Thozai menikam meja tempat dia berada, tapi Sarritha sudah hampir terjatuh. Thozai berbalik dan menangkap lengannya, tetapi menarik lalu melemparkannya ke atas meja sehingga buku-buku berjatuhan ke lantai.

Sarritha mendengar pedang ditarik dari sarungnya. Dia menutup matanya saat merasakan ujung logam yang tajam dan dingin di lehernya.

Aku sudah diperingatkan.

Terdengar suara yang penuh wibawa. "Thozai, apa yang kamu lakukan?"

Sarritha membuka matanya dan melihat Thozai berdiri di atasnya. Pria itu menarik pedangnya.

Sarritha duduk dan melihat Nusvathi berjalan ke arah mereka. Sarritha melangkah mundur dan bersimpuh di lantai.

"Nusvathi, perkenalkan. Ini muridku, Sarritha," kata Thozai memperkenalkannya kepada Nusvathi.

"Muridmu? Dia seorang penjaga buku!" Nusvathi menuding pakaian seragam pegawai perpustakaan di tubuh Sarritha. "Apakah Kendida tahu tentang ini? Apakah dia," Nusvathi menunjuk Sarritha, "memang ingin menjadi muridmu?"

"Apakah kamu mau menjadi muridku?" Thozai bertanya sambil menoleh ke Sarritha.

 

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun