Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 84: Mencintaimu hingga ke Bulan (tapi Tak Kembali)

19 Maret 2023   09:32 Diperbarui: 19 Maret 2023   09:35 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di depan gereja, detak jantungnya tersendat-sendat, tersandung dan terbawa di dalam dada seperti traktor tangan yang selalu batuk-batuk sebelum berhenti.

Hanya dia yang tidak berhenti.

Tidak, Bapak. Sudah terlambat untuk itu.

Dua periode sudah terlewat.

Lagipula, dia sangat mencintai Maruli.

Maruli manis yang makan bulgur untuk sarapan setiap pagi dan hanya memotong rumput pada Kamis malam pukul tujuh untuk menghindari matahari sore.

Dia laki-laki yang baik. Laki-laki yang baik. Laki-laki yang bisa diandalkan. Jenis yang dia nikahi---selamanya, amin.

Tapi, Tuhan, apakah ada yang keberatan jika dia menjinjing gaunnya dan menuju ke altar tanpa pengantin prianya?

Inang pasti tidak setuju.

Dengan kepala terangkat tinggi, inang memperhatikannya dari bangku barisan depan. jari-jarinya mencekik sapu tangan bersulam yang  dia belikan untuk inangnya saat dia berumur sepuluh tahun. Itu adalah tahun Inang selalu menangis, sampai suatu hari dia mendengar dia meneriakkan kata-C, dan semuanya berubah. Inang dan dia pindah dan menghabiskan musim kemarau berkemah di bawah bintang-bintang. Dia Dia menatap ke dalam ketidakpastianan yang luas terbentang, dan Inang memberi tahu dia bahwa perceraian tidak berarti dia tidak mencintai Amang---karena dia mencintai Amang. Tapi Amang tidak lagi membuat jantungnya berdebar seperti seharusnya. Inang mencintai Amang sampai ke bulan, tapi tidak kembali ke bumi. Ada perbedaannya, jelas inang. Jiwanya membutuhkan lebih banyak petualangan.

Maruli membacakan sumpah yang dia tulis, dan detak jantungnya hampir berhenti saat gilirannya untuk berbicara.

Dia menatap inangnya. Inang balas menatapnya.

Jiwanya juga butuh petualangan.

Mata cokelat Maruli yang lembut menatap matanya di tengah dengungan desahan dan bisikan. Maruli layak mendapat jawaban. Dan dia akan mendapatkannya. Tapi pertama-tama, dia perlu menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan bagaimana dia hanya mencintai Maruli sampai ke bulan.

Bandung, 19 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun