"Ini lebih baik? Sekarang kita bisa ngobrol?" Gamal terdengar ramah. Seperti dia benar-benar bersungguh-sungguh.
Belum pernah ada orang yang memintanya untuk ngobrol sebelumnya. Gina melirik wajahnya lagi. Tidak ada senyum mengejek. Dia mencoba untuk membungkus pikirannya di sekitar itu. Gina tidak pernah punya teman sejati.
Bel istirahat berbunyi, dan anak-anak mulai berlarian masuk kelas. Dia melihat Gamal bangkit. Gina menunggu komentar yang kejam.
"Mungkin aku akan menemuimu saat makan siang nanti," katanya.
Gina tidak mengerti lelucon. Dia hanya merasakan sakit - betapa sakitnya diejek dan dihina saat dia berusaha keras untuk mengerti. Dia melihat tangannya "Oke," gumamnya, sambil melihat ujung satu jari.
Dia tidak melihat Gamal berhenti dan menoleh padanya sebelum meninggalkan ruangan.
Gina menatap kukunya. Fokus, dia menatap kukunya yang berdarah.
Bandung, 14 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H