Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cenayang

5 Maret 2023   15:40 Diperbarui: 5 Maret 2023   15:41 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.learnreligions.com/communicating-with-the-spirit-world-2561762

"Apakah ada di antara kalian yang sudah pernah melakukan mediasi dengan para arwah?"

Sebagian besar tangan di area bar hotel yang nyaman terangkat. Tanganku dan tangan Nina tetap di bawah.

Mahiwal, seorang pemuda jangkung dan ramping dengan rambut pendek, tersenyum. "Saya akan melakukan kontak dengan mereka yang telah meninggal dunia."

Ini pasti menarik! Aku skeptis dan pesimis.

"Saya merasakan kehadiran seorang Rion, energinya datang dari sini." Dia menunjuk ke arah seorang wanita gemuk dengan rambut habis ditata di salon.

"Suami saya namanya Rion."

"Dia menderita kanker. Apakah itu benar?"

"Ya."

"Yah, dia ingin kamu tahu bahwa dia menjagamu, dia mengirimkan cinta untukmu dan kucing-kucingmu. Saya mendengar Napoleon dan apakah itu... Nefertita?"

"Ya." Wanita gemuk itu menyeka matanya.

Tuhan ! Bagaimana dia bisa tahu itu? Kecuali ...

***

Setelah beberapa 'pembacaan' lain dengan akurasi yang semakin meningkat, aku mulai khawatir.

Aku punya rahasia.

"Apakah ada orang di sini yang mengenal Syauki yang telah meninggal?" Dia menatap langsung ke arahku.

Tenang! Keringat mengucur deras dari ketiakku. Aku tetap diam.

"Ya, mantan suamiku," kata Nina dengan mata berair.

"Dia meninggal dalam peristiwa perampokan, benar begitu?"

"Ya."

"Dia bilang dia baik-baik saja sekarang, dan dia mengirimkan cintanya."

Setelah beberapa detail yang untungnya tidak penting, aku mulai rileks. Fiuh! Aku tidak ingin Nina mencari tahu siapa yang sebenarnya bertanggung jawab untuk itu!

Setelah pertunjukan, kami berdiri di bar, mengobrol dan mengagumi tanaman janda bolong yang sangat besar.

Mahiwal melewati kami, wajahnya tanpa ekspresi.

Dari kejauhan dia berbalik, lalu memberi isyarat kepadaku, tersenyum.

"Lebih baik kamu menemuinyasiapa tahu dia ingin sesuatu darimu," tawa Nina.

Aku memberanikan diri menuju ke arahnya.

Senyum itu menguap. Dia berbisik.

"Kami tidak diizinkan untuk mengatakan di depan umum semua yang dikatakan roh kepada kami. Tapi Syauki memaafkanmu."

Tubuhku gemetar. "Tuhan memberkatimu."

Bandung, 5 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun