"Meneketehe." Miko menjatuhkan dirinya di pasir, seakan-akan sedang berbaring di villa Nusa Dua, berjemur untuk mebuat kulitnya semakin cokelat.
Mata Zaki membelalak, nada suaranya panik saat dia mengeluarkan kata-kata yang ingin diucapkan Tiwi.
"Lu gila? Bangun! Kita nggak ngerti ini pasir apaan. Lu sembarangan aja langsung gegoleran!"
Miko sama sekali tak menggubis peringatan Zaki. Dia mengulurkan tangan dan kakinya dan mengepakkannya ke depan dan ke belakang.
"Zaki betul, Mik," Tiwi menyenggol kaki Miko dengan kakinya. "Berhenti berguling-guling di pasir ajaib!"
"Sebelum di sini, Â kita sudah berenang ke pantai." Miko mengangkat tangan untuk melindungi matanya. "Dengar, kalau ada side effect, misalnya kita berubah jadi zombie atau mendapat kekuatan super, itu pasti sudah terjadi. Sejauh yang gue tahu, gue tidak belum bisa melihat tembus pandang dengan kekuatan sinar-X," katanya sambil menyeringai.
Miko berdiri dan mundur selangkah dari ciptaannya. Malaikat pasir itu berkilauan seolah-olah ditaburi ribuan berlian kecil. Sesaat kemudian, partikel pasir mulai berkilauan, awalnya perlahan, tapi kemudian sangat cepat, seperti logo animasi. Miko berlutut, mulutnya menganga lebar. "Gileee... Â malaikat pasir!"
"Wow!" Tiwi berseru kagum.
Mike mengguncang bahunya. "Lu harus melukis ini gitu kita pulang ke rumah!"
"Ya, Â Bro. Itu ada dalam daftarku dan semua yang aneh di sini."
Tiwi membungkuk lebih dekat untuk memeriksanya. Partikel-partikel itu sehalus debu saat menyebar melalui jari-jarinya. Dia belum pernah melihat yang seperti itu. Tapi sekali lagi, seluruh pulau dan dua mataharinya yang aneh tampak seperti sesuatu yang bisa disulap oleh fantasi. Dia melirik untuk melihat reaksi Zaki, tapi dia membuang muka.