Setelah menikmati makan siang masing-masing, Redaktur dan Inspektur pergi ke bar untuk menikmati acara minum bareng. Diskusi tentang segala hal yang lagi ngetren, seperti biasa, menjadi topik inti percakapan dan alasan kumpul-kumpul tahunan mereka.
"Sibuk apa tahun ini?" tanya Inspektur.
"Seperti biasa," jawab Redaktur. "Kamu?"
"Dia membuatku sibuk," kata Inspektur sambil menyeruput wiskinya. "Aku menghabiskan sebagian besar shift malam di atap kantor untuk menyalakan lampu sorot tahun ini. Tapi kami mendapat beberapa tangkapan bagus. Bagaimana berita utamanya?"
"Bagus. Sirkulasi meningkat, tahun kelima berjalan. Merosotnya penjualan surat kabar edisi cetak tidak memengaruhi kami, terima kasih kepada Su---"
"Ssst," sela Inspektur. "Ingat, jangan sebut nama. Kamu tahu dia bisa menguping dari jarak jauh."
Redaktur mengangguk. "Berkat aktivitasnya tahun ini. Surat kabar tidak pernah sesukses ini."
Kedua pria itu duduk diam sejenak. Redaktur menghabiskan wiskinya dalam tiga tegukan. "Tapi aku khawatir tentang dia. Secara fisik, Anda tahu, dia bisa mengatasinya, lebih baik daripada lelaki mana pun di planet ini. Kekuatannya seperti lokomotif, tetapi secara emosional dan mental... siapa yang tahu tekanan macam apa yang dia alami." ."
"Aku juga," jawab Inspektur. "Meski dia lebih rentan daripada pahlawanmu, tetapi peralatan dan pelatihannya memberinya keunggulan yang dia butuhkan. Hanya saja, dorongannya untuk terus melakukan apa yang dia lakukan, semuanya bermuara pada trauma masa kecil yang dideritanya."
"Dua-duanya," tambah Redaktur. "Kamu pasti bertanya-tanya seberapa banyak hal itu terjadi di dalam pikiran mereka. Kedua anak itu juga pernah mengalaminya."