Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: I Terdampar (Part 33)

6 Februari 2023   23:37 Diperbarui: 6 Februari 2023   23:56 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Tiwi meraih cabang kayu yang lain. Bahunya sakit, dan dia nyaris tak bisa melihat tumpukan tinggi di tangannya saat pikirannya melayang kembali ke rumah. Dia sama sekali tidak pernah bermimpi bahwa akan terdampar dan terpisah dari orang tuanya. Dia yakin orang tuanya khawatir setengah mati.

Bagaimana liburan yang harusnya menyenangkan menjadi seperti ini?

"Hei, lu butuh dibantuin, nggak?" Otot bisep Zaki menonjol saat dia menarik batang kayu berat yang tertanam di lantai hutan.

"Nggak. Aku biasa angkat beban berat, kok." Tiwi mencoba menyembunyikan getaran dalam suaranya, tetapi tak berhasil. Dia tidak ingin dicap sebagai gadis yang cengeng dan tak berdaya.

Zaki melepaskan batang kayu dan memanggil Miko. "Bro, ingat, ya  kita butuh api buat masak makanan. Kalau lu nggak bantuin, Tiwi dan gue makan ikan panggang panas-panas, lu---" Dia berhenti untuk efek dramatis dan kemudian melanjutkan, "Gue rasa lu pasti suka sushi."

"Ewww, jijay!" Tiwi tersenyum lemah, berterima kasih atas pengalihannya. Zaki selalu tahu bagaimana mengalihkan pikirannya yang galau. Dia menoleh dan melihat Miko tersenyum lebar.

"Ikan mentah dingin?" dia bertanya. "Siapa takut? Lu tahu gue nggak pernah takut untuk nyobain segala sesuatuny paling nggak sekali seumur hidup." Dia kemudian berjalan menuju pantai dan membawa batang kayu.

"Tunggu aku datang! Tanganku hampir copot." Tiwi merunduk di bawah jalinan tanaman merambat dan berjalan keluar dari hutan.

"Hei, sepertinya kita jauh dari pantai," kata Miko.

Tiwi mengangguk. "Ya, itu menjelaskan mengapa kita tidak mendengar suara sungai waktu pertama kali sampai di sini. Ditambah bunyi ombak, kicau burung, dan serangga yang berisik."

Saat Miko terhuyung-huyung ke depan, langkah kakinya memancarkan cahaya. "Wow! Mik, lihat pasirnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun