Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Mencuri Sekerat Awan dari Langit

29 Januari 2023   19:30 Diperbarui: 29 Januari 2023   19:28 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putih bagai salju, seringan bulu. Aku memberikannya pada kakakku yang suka ketinggian, dan dia sekarang terbang seperti bidadari.

Kakakku bahagia, jauh dari kebenaran yang menyakitkan, dan aku kembali menguning, di hatiku. Kemeja kuning, kuning yang bahagia, yang bersinar cerah ceria.

Aku mencuri tempias matahari.

Menyala seperti api, hangat seperti musim kemarau, dan aku memberikannya kepada ibu yang menyukai kehangatan. Ibu merasa hangat sekarang, dia tidak lagi mengeluh.

Ibu bahagia, jauh dari semua kedinginan di sekitarnya, dan aku kembali menguning. Aku memakai topi kuningku yang membuatku terlihat seperti badut.

Aku mencuri sebuah apel dari pasar.

Rasanya manis seperti gula, segar seperti rengekan bayi, dan kuberikan kepada ayah yang sakit. Dia baik-baik saja sekarang, tidak perlu obat-obatan, dia tidak akan segera meninggal.

Ayah senang, jauh dari dokter dan rumah sakit dan tagihan dan sebagainya,. dan aku kembali menguning. Memegang tongkat kuningku yang membuat mantra keajaiban.

Aku mencuri jaket dari gerai busana di mal.

Warnanya kuning cerah seperti bajuku, topiku, tongkat ajaibku. Seperti kebahagiaan dan kegembiraan, sangat pas dan aku terlihat bahagia, seperti mereka semua peduli padaku dan ingin aku bahagia seperti aku ingin mereka bahagia, tapi kemudian seorang opsir menangkapku. Dia menelepon ke rumah, tetapi kakakku, ibuku, semuanya sibuk, dan aku kembali menguning. Kuning tua, kuning kesepian, jenis kuning yang dikhianati sebab tidak ada yang peduli.

Opsir mengatakan hujan akan segera turun, dan aku menjadi biru. Sedih, hujan biru.

Kuning cerah melelahkan,  dan kurasa awan kakakku larut, tempias ibuku akan lenyap, dan apel ayah tidak akan bertahan lama. Dan mereka tidak akan punya apa-apa lagi,. seperti aku tidak punya apa-apa, dan mungkin mereka akan peduli.

Bandung, 29 Januari 2023 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun