kupahat diriku sebagai metafora
karena begitulah caraku tahu untuk pulih
sendiri tanpa jala memar bekas luka.
aku seorang [....]
maksudku, sangat majemuk
tapi semuanya kosong, dan aku salah satunya
satu malamku melenggang
melewati nafsu berkelana
mencari tangan hanya untuk menemukan
bocah laki-laki yang kisahnya ditutup
dengan upacara pengusiran setan atau
penyucian atau
apapun yang pantas
susun kisah mereka
aku duduk di antara
mereka, bertanya-tanya
apa yang pantas dengan
bejana tubuhku
sebelum diskusi menjadi cair(an)
aku ingin tahu
apa yang akan membedah cerita?
lidahku penuh luka dan doa dari [...]
dan kenangan
genggamlah sebagai pahala, dan
doa mengalir seperti fajar
aku di antaranya
keping keyakinan dan ketidakpercayaan