Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tebusan

18 Januari 2023   05:05 Diperbarui: 18 Januari 2023   05:25 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Made with The Ransomizer (ranzomize.com) 

Ferdi Syaukan. Umur 10 tahun, bulat gendut, berambut kemerahan, wajah sangar, tampak seperti anak yang bermasalah. Dulu anak yang sulit.

Dia kejam, egois dan suka bertengkar, sifat yang dia warisi dari orang tuanya.

Ibunya Maisye dan bapaknya Kunen Syaukan sebetulnya tidak menginginkan seorang anak dan cenderung memenuhi keinginan Syaukan muda daripada memenuhi kebutuhannya.

Bapaknya adalah seorang konglomerat pengembang properti, meskipun beberapa orang mengatakan dia memiliki hubungan dengan dunia bawah tanah dan polisi korup yang berlangsung setidaknya satu generasi, dan bahwa dia menghasilkan uang dengan cara yang jauh dari legal.

Catatan dari para penculik berbunyi:

Untuk tebusan anak kalian, letakkan satu milyar uang kertas seratus ribuan dalam kantong plastik sampah hitam bekas di dalam lubang pohon mahoni besar yang terbakar disambar petir di persimpangan jalan pada jam dua pagi pada hari Selasa.

Jam dua pagi pada hari Selasa, para penculik pergi ke pohon dan hanya menemukan catatan dari orang tua Ferdi,  yang isinya:

Yang kalian maksud pohon ini? Ada pohon lain yang terbakar tepat di seberang lapangan rumput. Pohon yang mana? Kami akan membayar tidak lebih dari dua ratus juta.

Catatan selanjutnya dari para penculik berbunyi:

Tentu saja pohon ini. Ini pohon mahoni. Pohon di seberang lapangan rumput adalah pohon bidara. Dan itu jauh dari persimpangan jalan. Delapan ratus juta kalau begitu. Taruh di pohon mahoni yang terbakar ini tengah malam hari Senin.

Tengah malam pada hari Senin, para penculik pergi ke pohon dan hanya menemukan catatan dari orang tuanya. Terbaca:

Tengah malam seperti jam nol-nol. Maksud kalian tengah malam dari hari Minggu ke Senin, atau Senin ke Selasa? Mengapa kalian tidak menjelaskannya secara detail? Juga, bisakah kita pindah ke pohon yang lain? Yang ini banyak semut dan kalau hujan rongganya penuh air. Dua ratus juta, semua yang kami punya.

Catatan selanjutnya dari para penculik berbunyi:

Demi Tuhan! Lupakan pohon lainnya. Dua ratus juta pun jadilah. Tinggalkan di pohon mahoni yang terbakar di persimpangan jalan pada pukul lima belas lewat tengah malam pada Rabu pagi 11 Januari 2023 WIB (Waktu Indonesia Barat). Ini adalah kesempatan terakhir kalian.

Orang tua Ferdi membayar tebusan, dan yang membuat mereka lega, dalam beberapa hari para penculik telah menjaga Syaukan muda.

Bandung, 18 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun