Kotak dalam Kotak
Â
Aku menemukan sepucuk surat dari seorang teman lama di dalam kotak. Isinya hanya beberapa kata untuk mengatakan dia baik-baik saja, tetapi aku tidak baik-baik saja dan tidak akan pernah lagi.
Dia mengucapkan salam perpisahan, maka aku menulis surat tanggapan.
Syahrina yang terhormat,
Hari itu adalah hari terakhir kita melakukan perjalanan yang menyenangkan bersama. Kita tertawa seperti orang gila. Kamu selalu pintar melakukan hal itu. Itu yang membuat kita dekat, tapi kemudian hidup terus berlanjut dan tawamu berubah.
Tidak ada lagi yang layak untuk ditertawakan.
Kita tersesat dan menunggu matahari terbit. Matahari terbit terakhir yang kita punya bersama. Saat itu hari sangat dingin, tapi aku senang bahwa aku masih bisa mengingatnya.
Sekarang langit gelap dan sunyi, dan aku bertanya-tanya apa yang telah terjadi. Meski kebanyakan, aku bertanya-tanya bagaimana kabarmu. Betapa hidup yang telah kamu ciptakan untuk dirimu sendiri dan dengan siapa kamu sekarang.
Rasanya ingin tertawa lagi.
Tidak peduli seberapa banyak aku memikirkanmu, aku tidak bisa hidup di momen itu. Momen itu ada di sana bersama kenangan lain, tapi tidak bisa keluar. Terjebak di dalam kotak, seperti ingatanku tentangmu.
Di selembar kertas ini, satu-satunya yang tersisa adalah kata 'aku', yang mengandung kebenaran yang tidak bisa dipatahkan.
Untuk cintaku, aku minta maaf.
Bandung, 17 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H