Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arnab

11 Januari 2023   15:39 Diperbarui: 11 Januari 2023   15:47 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Easterida (rise-of-the-brave-tangled-dragons.fandom.com)

Pelarian Putri Aurora sejauh ini sempurna, selain kemben pembebat yang membuat dadanya lecet demi penyamarannya.

Dia berjalan menuju Kerajaan Baru, yang tersembunyi bahkan dari tentara kerajaan ayahnya yang paling teliti di dekat hutan bertudung rimba yang rapat, sampai suara pekikan membuat burung-burung terbang dari sarangnya.

Aurora berlari ke arah suara itu.

Di lapangan terbuka dia tersandung kelinci yang ketakutan. Kakinya yang patah tergantung pada jerat besi. Menjepit perangkat itu dengan batu, Aurora dengan lembut menarik kaki makhluk yang terluka itu hingga bebas.

Kelinci yang gemetar itu melompat menjauh, telinganya berputar-putar dan mengecil kembali ke kepalanya.

Bulu-bulu rontok berjatuhan dari tubuh makhluk itu yang terpuntir dan tercerabut hingga gundul dan memenuhi lantai hutan. Aurora melangkah mundur, dan kelinci itu telah menjadi manusia.

"Terima kasih,"suara serak pria muda telanjang yang berdarah-darah itu. "Aku Pangeran Stefan. Seorang penyihir mengutukku, mengatakan bahwa hanya Cinta Sejati yang dapat membebaskanku."

"Sungguh mengerikan," kata Aurora, cemas menebak akan apa yang akan terjadi selanjutnya, "Tapi aku sudah terlambat."

"Menikahlah denganku!" Stefan memohon. "Ayah saya tidak akan keberatan kalau kamu laki-laki, dia berpikiran terbuka."

Mengingat penyamarannya, pipi Aurora memerah. "Mengapa semua pangeran harus seperti ini? Aku baru saja lolos kawin paksa. Ini tidak masuk akal!"

"Tapi aku akan tetap menjadi kelinci jika bukan karena kamu!"

'Senang bisa membantu, tapi aku sudah melamar untuk magang di pandai besi di kota kerajaan sebelah, jadi tidak, terima kasih!"

Memanggul karungnya, Aurora lanjut pergi.

***

"Sudah kubilang dia tidak akan mau!" teriak Stefan.

"Belum juga tiga kali," kata si penyihir, dari atas pohon. "Biasanya kali ketiga Cinta Sejati pada akhirnya akan datang. Selalu begitu. Lagi pula, ayahmu membayarku mahal untuk membutamu menikah. Jadi diamlah!"

Melambai, sang penyihir kembali menyihir pangeran menjadi kelinci yang terperangkap dan menjerit, tepat ketika seorang gadis berwajah cantik tiba ke lapangan terbuka yang dikelilingi pohon hutan bertudung rapat.

Bandung, 11 Januari 2023

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun