Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teriak

6 Januari 2023   13:41 Diperbarui: 6 Januari 2023   13:43 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun demikian, Rizal meletakkan kaus kaki tersebut dan membawa istrinya pergi tanpa melakukan pembelian.

***

"Terima kasih, Dokter," katanya dengan lemah, beberapa minggu kemudian, saat spesialis onkologi menjelaskan bahwa tidak ada yang bisa dilakukan karena penyebarannya sudah ke mana-mana. Stadium akhir.

Andai saja ketahuan lebih awal, pikirnya.

Istrinya telah menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Rizal, bukan orang yang membuat keributan, jadi dia diam.

***

Rizal pergi berlibur sendirian untuk pertama kalinya. Akomodasi dan transportasi sudah dipesan beberapa bulan lalu, sebelum istrinya jatuh sakit.

Dia membuat janji padanya, di saat terakhir. Di hotel dia menunjukkan dokumen pemesanannya. Senyum resepsionis menyusut saat dia memeriksa komputernya. Dia pergi mencari nasihat dari manajer lininya.

Rizal diantar ke sebuah ruangan kecil di ujung selasar yang tampaknya terlupakan. Panorama laut yang dijanjikan tergantikan dengan pemandangan tempat parkir mobil dan pembuangan limbah hotel.

Rizal menyerbu kembali ke meja resepsionis. Karena tidak terbiasa menyerbu, dia melakukannya dengan buruk. Tangannya gemetar hebat saat dia membunyikan bel di atas meja untuk meminta perhatian.

Ketika tidak ada yang menjawab, dia menggebrak meja beberapa kali. Dia mengundang tamu yang tidak menaruh curiga untuk melihat gubuk yang mereka tempatkan untuknya. Dia merobek formulir pemesanannya menjadi confetti dan menyebarkannya di lobi, berlutut saat dia melolong tentang kesedihannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun