Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Skandal Sang Naga (Bab 2)

29 Desember 2022   18:18 Diperbarui: 3 Januari 2023   06:36 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dia tinggal di sana. Bekerja di pos Shanghai. Mengirimkan laporan rutin sampai hari kematiannya."

Hanya itu yang dikatakan Joko, maka aku tidak mengajukan pertanyaan yang gamblang tentang 'laporan rutin' itu. Sebaliknya, aku bertanya, "Apakah ada yang tahu tentang ini?"

Dia menggelengkan kepalanya perlahan. "Setahu kami tidak ada. Tapi, tentu saja, orang-orang tertentu pasti tahu kita memiliki kontak di Cina dan bahwa kita mendapat informasi". Dia tersenyum tipis. "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Hanya informasi tentang hal-hal secara umum."

Dasar iblis tua yang pintar membaca pikiran. 

Aku bertanya sambil mengangkat dagu ke arah Prima. "Bagaimana kalau ternyata dia benar? Bahwa murni kecelakaan dan Ranya tidak sengaja menabrak Banyu?"

Joko menatapku dengan tatapan dingin. "Aku yang mengajukan pertanyaan, Han. Tugasmu adalah menjawab pertanyaanku. Tiket pesawat ke Shanghai akan diberikan kepadamu malam ini."

Aku tahu kalimat apa yang harus kuucapkan setelah kata-katanya itu. "Baiklah. Aku permisi, Bos."

Aku bangkit dari kursiku, dan dia mengedipkan sebelah mata. Aku harap kamu menyukai museum, Han," katanya.

Aku keluar gedung menembus malam yang semakin pekat. Di seberang, cakrawala Jakarta diterangi oleh lampu neon terang dari papan reklame dan nama gedung.

Aku berharap misiku telah dipersiapkan dengan baik, karena pada saat itu tampaknya tidak masuk akal sama sekali.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun