"Bukan aku," jawab Prima tegas. "Menurutku murni kecelakaan. Yang namanya nahas terjadi, bahkan pada orang-orang seperti kita." Dia menarik napas panjang. 'Hanya saja aku tidak bisa meyakinkan Bos, itu saja."
"Seperti biasa, Prim," kata Joko Seng tenang,
 "kamu mengira aku tidak tahu kalau kamu menganggap aku tidak tahu apa-apa tentang Nona Ranya Vachel. Tapi yakinlah, aku tahu yang kamu tidak tahu."
Prima tertawa sumbang. "Aku tidak bilang begitu, Bos."
"Aku tak tersinggung kalau pun benar kamu berpikir begitu." Joko tersenyum kebapakan, lalu wajahnya menegang saat dia menoleh ke arahku.
"Perjalanan Nona Ranya Vachel kembali ke Cina tidak sepenuhnya tanpa tujuan. Aku ingin tahu apa apa saja yang dilakukannya di sana. Itu tugasmu, Han. Aku ingin laporan tentang semua orang yang dia temui dan ke mana dia pergi." Joko memutar rokoknya dengan jari-jarinya. 'Aku sangat ingin tahu apakah dia mengunjungi kafe yang disebut Zhnggu Lng."
Alisku terangkat. Naga Cina?
"Ada apa dengan kafe itu?"
"Banyu Putih dulu sering mengunjunginya."
Joko membuka laci di mejanya dan mengeluarkan peta jalan Kota Shanghai. Membukanya lebar-lebar di atas meja, dia meletakkan jarinya yang terawat rapi di area jalan yang dilingkari merah. "Tinz Fng. Orang Shanghai menyebutnya Ditsy Fang. Zhnggu Lng ada di sini," katanya sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di peta.
Aku merekamnya dalam ingatan.
"Tentang Banyu," kataku, "Apa yang bisa kuketahui tentang dia? Apa yang dia lakukan di Tiongkok?"