Tiba-tiba, kicauan burung membuatnya melompat kaget. Berbalik perlahan, dia melihat sekawanan burung kecil terperangkap di jaring raksasa, mengepakkan sayapnya, berjuang untuk bebas. Burung-burung itu terlihat sangat lucu, dan dia tidak bisa membiarkan mereka begitu saja mengalami nasib yang tidak menyenangkan. "Yuk, kita bantu anak-anak kecil ini keluar. Mereka akan dimakan."
Tiwi melemparkan tongkatnya ke bawahlalu mengangkat tangan saya dan memotong melalui jaring lengket, membebaskan satu demi satu burung biru. Jaring laba-laba yang lengket membuatnya teringat lagi ketakutannya pada laba-laba yang membuatnya bergidik. Namun memikirkan burung-burung kecil yang akan dijadikan mumi dan dihisap sampai kering membuat perutnya  mual.
Zaki meraih burung yang berkoak sambil berbisik, "Tenang. Jangan berontak, boys."
"Kita nggak bisa nyelamatin semua," gumam Miko.
"Lihat aja," kata Tiwi, melepaskan lagi seekor. "Dan kamu tahu, Mik? Kalau kamu membantu kami, itu lebih cepat selesai, deh."
"Baik, jika itu akan membuat kalian berdua bergerak sehingga kita bisa keluar dari sini, gue bantu Operasi Blue Birds Rescue."
Zaki mengulurkan tangannya untuk menarik burung lain yang lemas karena ketakutan dan kelelahan. Dia dengan lembut menarik jaringnya. Siapa yang tahu sudah berapa lama hewan mungil itu ada di sana, mencoba melarikan diri?
Zaki tersenyum sambil mengacak-acak bulunya dan merentangkan sayapnya. Burung itu melesat di atas kepala, menghilang ke langit.
Tiwi tersenyum pada Zaki. Setidaknya ada yang punya hati dan peduli. Mengambil napas dalam-dalam, dia meraih burung lain, menggunakan ujung jari untuk melepas dan mengupas jaring lengket dari bulu, paruh, sayap, kepala, dan kakinya.
Beberapa menit berlalu, dan akhirnya Miko menyatakan, "Nah. Yang terakhir udah bebas. Bisakah kita pergi sekarang?"
"Ya, jawab Tiwi. Tangannya terasa lengket seperti sehabis memegang permen rambut nenek di pasar malam. Sambil meringis, dia menyeka telapak tangan ke celana pendeknya dan meraih tongkat dari tanah.