Kamu ingat cara pria itu memperkenalkan diri, dengan mencela diri sendiri dan memuji: "Aku Adrian, ilmuwan, dan kamu cantik."
Generasi Mendatang, Tbk. telah memberitahumu bahwa dia adalah kasus yang tidak biasa. Mereka hanya tidak memberi tahu kamu bahwa dia jangkung, necis, dan sangat menarik. Kedekatannya denganmu membuat kamu kehilangan keseimbangan dan hampir mengacaukan wawancara dengan tersandung di kursi, mencoba menjaga jarak.
"Aku hampir mati, tapi tidak menular." Dia tertawa, gigi putihnya berkilat diapit lesung pipi.
Wawancara berlangsung lebih dari satu jam, membahas genotipe dan probabilitas. Dia sangat normal. Ketika tiba waktunya untuk membuat keputusan, dia berjalan di belakang kursimu, jentelmen seperti James Bond.
"Aku mungkin sekarat, tapi aku jamin aku masih bisa melakukan ini."
Tangannya menelusuri garis lenganmu dalam satu gerakan menggoda, menyenggol buah dada sambil lalu. Sensasi yang membuat pipimu memerah. Kamu memperhatikan intensitas membara dari mata abu-abunya yang cerdas. "Aku ingin sesuatu yang lebih dari sekadar tanda Adrian-pernah-di-sini. Apakah kita punya kesepakatan, Nona Katrin?"
Kamu tidak berbicara, hanya mengangguk.
Membelai rambut dari lehermu, dia memberi ciuman lembut dari bahu ke telinga, mengirimkan hangatyang menjalan hingga ke sumsum. Satu malam dengan gairah purba dan irama ragawi. Hanya satu malam, dan tugasmu selesai.
Itu delapan bulan yang lalu.
Tanganmu dengan penuh kasih membelai perutmu yang bulat dan janin kecil di dalamnya. Kamu harus mengakui bahwa itu adalah monumen yang jauh lebih baik daripada pusara beku di kuburan puncak bukit.
Bogor, 11 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H