Pacar pertamaku tidak tetap pendirian. Satu hari dia makan bubur ayam dengan telur mentah, lain kali dengan telur rebus tanpa diaduk, dan besoknya banjir kecap tanpa telur diaduk rata dengan bawang goreng menumpuk di atas kerupuk.Â
Tapi bukan itu yang membuatku mengucapkan kata putus. Dia cerewet tanpa henti dan selalu cegukan di meja makan warung kaki lima.
***
"Aku suka kuning telur," kataku kepada pacar keduaku. "Kalau begitu aku putihnya saja," katanya.
Tapi telurnya selalu direbus. Dia biasa membuat suara mengorok seperti babi ketika tertawa.Â
Lalu dia pergi ke luar negeri untuk menemukan jati diri.
***
Pacar ketiga mengatakan dia tidak percaya telur rebus. "Terlalu misterius bagiku," katanya, dan aku diam saja. Dia memasak telur ceplok dan dadar 'karena aku bisa melihat semua isinya,' dan kami berdua memakannya dalam diam.
***
Pacar keempat menggunakan timer untuk memasak telur ayam kampung. Hasilnya telur setengah matang sempurna, tetapi aku jadi curiga dia suka curang. Terakhir kali aku melihatnya, dia berkata, "Oh, ternyata kamu sudah punya yang baru."
***
Aku merebus dan menggoreng telur sendiri karena pacar kelimaku seorang vegan, dan dia berbicara tentang indung telur dalam rahim wanita.
Dia membuat roti bakar bukan dengan telur dadar atau mentega asli, tetapi dengan cuka sari apel dan susu almond. Aku bilang padanya rasanya berbeda, Â tetapi sangat enak.
Aku bicara jujur.
Bandung, 4 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H