kereta kencana sembilan kuda
jadi tumpangan pangeran bungsu
perjalanan panjang nuju istana
pesta perkawinan di hari sabtu
sepanjang jalan beribu-ribu
rakyat jelata tengadah tangan
harap presiden lontar bingkisan
(5. Sexain, petikan dari stanza kedua ‘Syarat dan Ketentuan Cinta’, Ikhwanul Halim)
Aku bukanlah lelaki sempurna dan tak 'kan menjadi,
Namun ku 'kan paripurna jika Cinta sungguh menghendaki.
Karena pada retakku goresan peta lajur hidup masa lalu—
Kisah yang tak mesti lupa tersebab pengalaman sebagai guru,
Nyata ajari makna Cinta maklumat sijil tata aturan berlaku,
Tiada isyarat lebur, menembus dinding cermin kau-satu-aku.
(6. Tanka, 5-7-5-7-7 suku kata)
Menjelang pagi
jiwa tak hendak tidur
menanya soal
mula alam semesta
hampa mutlak meledak
(7. Pantun jenaka satu bait, abab)
tinggi mendaki gunung Semeru
jangan lupa memetik awan
setiap saat pandang wajahmu
hilang suka berganti sariawan
(8. Triversen, bait pertama ‘Eugene Lodewijk Willem Maulana, 15 Juni 1944 – 06 Maret 2016’)
kematian datang tiba-tiba
tanpa memberi pertanda,
membawa duka dalam
(9. Gurindam, aa, sebab - akibat)
Kalau kau berbuat korupsi
sengsara nasib anak dan bini