Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 67)

2 Desember 2022   09:04 Diperbarui: 2 Desember 2022   09:10 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Melihat mobil Awang di jalan masuk membuat Kuntum menghela napas lega. Semua duka yang Halida rasakan membuat Kuntum menyadari betapa berartinya Awang baginya. Dia sangat beruntung memilikinya, meskipun terkadang tampaknya tidak mampu menunjukkannya kepada suaminya. Mungkin ada sesuatu yang salah dengan dirinya yang tidak bisa dia lihat pada dirinya sendiri. Awang harus benar-benar mencintainya jika itu masalahnya. Hampir membuatnya menangis karena berpikir bahwa dia telah bertahan dengannya karena alasan yang kurang romantis.

Melirik ke jendela lantai dua kamar tidur mereka, Kuntum melihat gorden ditutup kembali seolah-olah seseorang telah mengawasinya.

Awang ada di rumah. Sekilas pikiran memacu perasaan cinta yang mengakar dalam dirinya, dan dia bergegas masuk ke rumah untuk menemui Awang.

Saat pintu belakang tertutup di belakangnya, Awang dan Bagas sudah setengah jalan menuju klinik.

Kuntum dengan cepat menaiki tangga dan menyusuri lorong menuju kamar tidur. Hawa dingin memenuhi rumah, tapi dia terlalu bersemangat membayangkan melihat Awang untuk menyadarinya. Musim hujan sudah berakhir pada bulan Mei di Taluk Kuantan.

Ruang keluarga yang diterangi matahari mulai meredup perlahan seolah digelapkan oleh awan yang lewat, tapi Kuntum hanya memikirkan Awang. Mendekati pintu kamar tidur, dia tidak bisa melihat tanda-tanda kehadiran suaminya, tapi dia tahu Awang ada di sana. Dia harus ada di sana. Dia baru saja melihatnya di jendela. Bahkan, dia telah melihat wajahnya. Awang terlihat sangat tampan pada saat itu, dan bahkan lebih dari biasanya.

"Awang. Awang, kamu di mana, Sayang? Jangan sembunyi dariku."

Tapi tidak ada jawaban untuk kata-katanya. Kamar itu tampak kosong seolah-olah dia tidak ada di sana sama sekali. Awang pasti berada di kamar mandi saat itu, dan tidak bisa mendengarnya.

Ketika dia melintasi kamar, kegelapan yang telah menelan ruang tamu mulai mengurungnya juga. Hanya melihat cverhanya jendela kamar tidur, dia tidak menyadari apa yang mengelilinginya. Sesampainya di kamar mandi, dia tidak mengerti mengapa Awang tidak menjawab.

"Awang! Jangan lakukan ini padaku. Keluarlah, di mana pun kamu berada."

Hanya keheningan yang menyambutnya saat dia melihat ke cermin dan melihat asap gelap di kamar tidur di belakangnya. Pikirannya terbang melalui semua kemungkinan penyebabnya, dan segera ingat pada kebakaran. Panik naik di tenggorokannya. Aku harus keluar dari rumah!

Berlari ke kamar tidur, dia tidak bisa mencium bau asap. Apa yang terjadi di sini?

Udara memberat, membuatnya menarik napas kuat. Kegelapan total segera mengelilinginya dengan kejam yang tidak pernah disadarinya. Dan kemudian pengalaman Awang di rumah duka terlintas di benak Kuntum. Kalau begini aku akan pingsan, pikirnya.

Seolah kegelapan bisa membaca isi benaknya, kabut hitam menipis, memberi kesempatan bagi Kuntum untuk menarik napas dalam.

Dia kembali berjalan menuju ruang tamu, tetapi tidak benar-benar tahu apakah itu tempat yang dia tuju. Dia merasa dirinya berputar di sekitar ruangan yang menyesatkan, nyaris tanpa sadar.

Pintunya pasti ada di suatu tempat. Kenapa aku tidak bisa menemukannya? Apa yang terjadi padaku?

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun