Zaki tersenyum. Dia menyukainya ketika orang-orang mengaguminya karena kecerdasannya daripada hanya ketampanan dan kemampuan atletiknya.
Miko menanggalkan kemejanya yang basah dan memerasnya. Ketika dia melakukannya, Tiwi tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap. Pasir bukanlah satu-satunya yang bersinar di pantai itu, kulit keemasan Miko juga  berkilauan dengan dadanya yang berotot.
Miko menjentikkan tetesan air dari kemejanya ke arah Tiwi. "Gue pengen bisa fesbukan atau nginstagram semua ini."
Jejaring sosial yang ingin Tiwi jangkau adalah tim SAR atau Angkatan Laut dengan helikopter raksasa atau kapal besar.
"Kedua matahari itu cukup aneh, ya?" dia menyipitkan mata ke cakrawala yang cerah.
Zaki berbalik menghadapnya, melindungi matanya dari silau. "Itu pasti matahari tiruan. Gue yakin itu cuma ilusi optik."
"O ya?" dengus Miko. "Terus aja bilang ke diri lu sendiri, Zak. Lu tau? Gue mungkin percaya pendapat lu kalau aja gue nggak ngelihat air yang berubah warna atau ikan yang aneh atau capung raksasa," tambahnya dengan nada dramatis pada suaranya. "Asal lu tahu, kita bisa aja ada di dimensi lain."
Imajinasi Miko memang cenderung liar.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H