"Ini masih pagi." Zaki mengulurkan tangannya dan meremas tangan Tiwi. "Mereka mungkin memantau air terlebih dahulu karena mereka tahu kita berada di kapal. Ini akan memakan waktu untuk mencari di antara pulau-pulau. Selain itu, mengetahui siapa orang tua lu, tampang kita bisa dipastikan tampil di headline news sekarang. "
Kata-kata Zaki memberikan secercah harapan pada teman-temannya.
Mereka mengagumi keindahan yang menakjubkan di sekitarnya. Pohon kelapa menghiasi pantai, dan aroma manis bunga tertiup angin. Itu adalah surga tropis seperti yang dilihat Tiwi di kartu pos atau iklan untuk lotion sunblock. Hutan lebat mengintip dari balik pantai berpasir. "Ini seperti Eden Karibia. Menurutmu kita berada di negara mana?"
"Kalaulah gue tahu." Zaki berdiri dan mengamati sekelilingnya. "Sebuah pulau dilingkari merah di peta kapal. Jika kita melewati itu, maka kita berada di dekat pulau Sanding, tetapi tidak ada yang tahu seberapa jauh badai membawa kita keluar jalur."
Tatapan Mikeomenyapu hutan hujan. "Jadi, uh... maksud lu kita bisa ada di mana aja?"
"Gitu, deh," kata Zaki dengan rahangnya terkatup.
Tiwi berlari mundur ke pasir panas dan berbaring. Rasanya lebih hangat daripada mantel musim dingin mana pun yang pernah dipakainya. Pasir seputih gula berkilauan seperti salju di bawah sinar matahari pada musim dingin di Alpen, Swiss. Dia meraup pasir dan membiarkannya lolos dari jari-jarinya.
Miko menatap seolah terhipnotis oleh pasir yang indah. "Pasirnya berkilau."
Tiwi menggoyangkan kakinya, melihat pasir berkilauan di sekelilingnya. "Ya, seperti di Pantai Coronado. Mineral apa yang menyebabkan efek berkilau ini?"
"Mika," kata Zaki, menjatuhkan diri di sebelah Tiwi, "konsentrasi tinggi di sini, berarti kita bukan di Mentawai."
"Kristal mika, ya? Aku suka kalau kamu bicara ilmiah," kata Tiwi  sambil menyenggol Zaki dengan siku. Â