Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un
Pagi ini aku terlambat mendapat kabar yang mengejutkan. Kang Soni Farid Maulana, penggagas genre puisi Sonian telah berpulang ke haribaan-Nya Ahad dinihari, 27 November 2022 sekitar pukul 04.00 WIB. Jenazahnya dikebumikan kemarin di Taman Pemakaman Umum Kampung Nagrak, Kabupaten Ciamis.
***
Aku mengenal Kang Soni pertama kali ketika seorang sahabat mengajakku bergabung di grup Sonian Facebook di akunku yang pertama sebelum diberangus Marjukibek dan Mafindo.Â
Bergabung dengan Grup Sonian, ada beberapa karyaku yang dimuat di buku antologi bersama Ombak Biru Semenanjung: 1020 Sonian Tiga Negara. Bahkan, aku sudah mengumpulkan puisi sonian karyaku selama periode itu (facebook old punyaku masih ada) yang rencananya akan kuterbitkan sebagai ebook dengan judul Kejutan Masa Depan (beberapa di antaranya sudah pernah tayang di Kompasiana).Â
Pertemuanku dengan Kang Soni di dunia nyata terjadi di tahun 2016 saat Bulan Puisi di Taman Ismail Mazuki. Itulah pertemuan pertama dan terakhir. Setelah facebook pertamaku yang kubuat tahun 2008 lenyap, aku lost contact dengan para penyair sonian sampai sekarang. Â
Selamat jalan Kang Soni. Warisanmu takkan terlupakan.
 ***
SONIAN adalah puisi sepanjang empat baris yang dikreasikan dengan pola 6-5-4-3 suku kata per larik harus terdapat JUDUL. Diperkenankan membuat Sonian berbait-bait dengan mencantumkan nomor pada setiap baitnya.
Sonian bukan jenis puisi yang meluap-luap mengumbar emosi. Sonian adalah puisi yang menahan dan mengelola emosi dalam bentukan ungkapan yang ringkas, yang ingin menjangkau makna seluas mungkin. Dalam daya ungkap yang ditulis para penyairnya, sonian bisa imajis dan bahkan simbolis. Hal itu sangat bergantung kepada kemampuan para penyairnya dalam menulis puisi.
Pengalaman batin dalam menulis sonian menuntut para penyairnya peka terhadap setiap makna kata yang hendak dituliskan, sehingga apa yang ingin diungkap terwujud dengan jelas. Dengan demikian jelas bahwa imajinasi, simbol, dan metafor sebagai kendaraan utama dalam menulis puisi, dalam hal ini, menulis sonian sangat dibutuhkan. Apa sebab? Karena yang disebut semua itu merupakan mekanisme psikis  dalam melihat, melukis, membayangkan, atau memvisualisasi sesuatu dalam struktur kesadaran yang menghasilkan sebuah citra pada otak.
Ditulisnya puisi dengan pola 6-5-4-3 suku kata per larik dimaksudkan antara lain untuk meninggikan harkat dan derajat manusia, dan malah bukan merendahkannya dengan mengangkat tema porno, cawokah dan cabul.Â
Sonian bisa diisi dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai agama yang dianut oleh para penyairnya, nilai-nilai budaya setempat, renungan terhadap alam, dan sebagainya, yang tidak bertentangan dengan hukum mana pun yang berlaku di muka bumi.Â
Sonian sangat berpihak kepada etika, moral, nilai-nilai kemanusiaan, dan nilai-nilai relijius, termasuk persoalan-persoalan hukum di dalamnya. Paling tidak, demikian dasar-dasar penulisan sonian dituliskan.Â
(Disarikan dari deskripsi grup facebook Sonian, oleh pencipta genre Sonian: Soni Farid Maulana.)Â
Bandung, 28 November 2022
***
MANTRA
(Ikhwanul Halim)
(1)
hai mambang si mambang
pergi menjauh
tasik tenang
tempatmu
(2)
durjana gandarwa
ke hutan rimba
di sanalah
rumahmu
(3)
nyanyian bunian
berisik jangan
bukit bukau
purimu
(4)
kepala palasik
haus kan darah
budak kecik
bertuah
(5)
puan kuntilanak
di pepohonan
paku besi
menghunjam
(6)
nujum dan tenung
bukan sembarang
air wudhu
membasuh
Bandung, 17 November 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H