Rahangnya yang mengerikan terbentang terbuka, memperlihatkan tiga baris gigi setajam silet. Jantung Tiwi berdetak dua kali lebih kencang---bukan dua kali, tapi tiga---saat dia menatap tak berdaya tepat ke rahang makhluk itu. Matanya melebar saat dia menjerit panjang dan memukul. Tubuh hewan itu melengkung ke atas dan kemudian membanting keras kembali ke laut. Pusaran air melesat tinggi di udara, dan kemudian menghujaninya. Dorongan air menciptakan gelombang kuat yang menggoyangnya bolak-balik. Dia tersentak saat monster itu menghilang ke kedalaman laut.
"Jangan bergerak, Wi!" teriak Miko. "Naluri hiu mengejar binatang yang ketakutan, yang melarikan diri. Gue akan memancing dia dengan berenang menjauh."
Tiwi mencengkeram lengan Miko dan menggelengkan kepala. "Itu ide gila."
"Nggak mungkin! Berhentilah jadi idiot, Mik!" kata Zaki. "Kalau hiu yang itu nggak makan lu, yang lain yang gigit lu."
Miko melepas kalung gigi hiunya dan memegangnya seperti belati. "Kalau perlu gue tusuk mata si hiu sialan dengan salah satu gigi pakliknya!"
Teriakan ketakutan Zaki membelah udara. "Miko, jaangan gila. Balik sini!"
"Gue yakin gue akan berhasil," gumam Miko sambil mengejar makhluk itu.
"Jangan!" Tiwi berseru.
Zaki kembali berteriak meminta Miko kembali, tapi Miko sudah menyelam dan menghilang.
Kilatan biru-abu-abu meluncur di bawah Tiwi. Dia mencondongkan tubuh ke depan di dalam air, mengamati kedalamannya. Dengan kecepatan tinggi, bayangan besar itu meluncur ke arahnya. Jantungnya bergejolak. Kematianku sudah dekat, pikirnya.Â
Mulut besar hewan itu ternganga, memperlihatkan gigi-gigi yang menakutkan. Mulutnya begitu besar sehingga dia bahkan tidak perlu mengunyah. Aku akan dimakan sekali telan, kata Tiwi dalam hati.