Malin menatapnya dengan garang yang dibalas dengan tak kalah masam.
Terdengar suara benturan dengan irama menyentak dari perlabuhan, bergaung di sekitar dermaga. Teriakan-teriakan bercampur dengan kebisingan, terdengar tidak menyenangkan di telinga Malin. Dia bisa mendengar beberapa temannya berteriak memprotes---Mantir, Rina'y, dan Dikker.
Apakah suara-suara lain itu benar-benar suara tentara Dunia Barat? Dia menahan keinginan untuk meraih busur pendeknya dan menunduk. Kedai ini miliknya, sialan, dan sekarang si Pernapasan Insang mempersoalkan nama lengkapnya. Dia tidak berniat menyebutkan nama itu, lebih memilih untuk menyebutnya sebagai pengemis mabuk dengan busana norak dan hantu hitam yang bisa dilepas, pantas mendapatkan tendangan keras di pantatnya, dan daun pintu yang menamparnya dengan keras saat keluar.
"Sebagai bayaran untuk tuak yang kamu minum, kamu akan memberitahuku bagaimana cara tetap hidup, menjaga Dunia Barat dari melakukan kerusakan. Mulai bicara." Dia menarik lengan Alira dan memelintir pergelangan tangannya.
Alira memekik. Bayangan itu melompat dari sisinya, menutupi wajah Malin, membuat Malin lesulitan bernapas.
Dia terhuyung mundur dan jatuh menabrak susunan kendi. Suara benda pecah berdentang ricuh yang diredam oleh benda yang menutupi kepalanya, seolah-olah dia berada di luar. Malin menghitung setidaknya sepuluh kendinya hancur. Mungkin lebih. Tiga putaran matahari berhemat dan bekerja keras berakhir berkeping-keping, cair menggenang lantai.
"Dasar anak jadah!" Dia mencakar wajahnya untuk melepaskan Bayangan itu, hanya untuk menyebabkan pipinya luka tergorek kukunya sendiri.
Makhluk redup itu menolak untuk mengalah. Udara terhenti di paru-parunya. Dadanya naik turun dan dunianya berputar. "Musashito, keluar dari lemari!"
Pecahan kendi berderak di bawah kaki Malin. Dia mencium aroma tuak yang hilang menguap bersama keberuntungnya dari lantai. Dunianya berputar. Berpusing dan berpusing dan berpusing karena kekurangan udara, dan akhirnya dia jatuh berlutut.
"Angkat tangan," terdengar suara Musashito, kata-katanya teredam oleh bayang-bayang yang mengental.
Kemudian terdengar sedotan yang nyaring, tajam dan kuat, bahkan mampu menembus kegelapan dan merembes ke telinga Malin, mengacaukan pendengarannya, menekan otaknya, membuat nalarnya sakit.