Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kasus Sang Harimau (Bab 56)

16 November 2022   13:30 Diperbarui: 16 November 2022   13:31 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Joko meneleponku pagi-pagi keesokan harinya untuk mengatakan bahwa dia punya kabar untukku.

"Aku juga punya sesuatu," kataku.

Setelah mengeluarkan mobilku dari garasi, aku melaju ke Jl. Thamrin.

"Mulai terjadi pergerakan," kata Joko segera setelah aku masuk ke ruangannya. "Steben Damanik tewas dibunuh. Aku rasa dia sudah berbicara denganmu."

Selalu mengejutkan mendengar kematian seseorang yang kamu temui sehari sebelumnya. Aku mencengkeram lengan kursi dan berkata, "Dia memang bicara denganku. Bagaimana hal itu terjadi?"

"'Jelas mereka mengejarnya. Dia pasti diikuti ke tempatmu tadi malam. Ketika dia kembali ke showroomnya, mereka sudah menunggunya. Dua peluru bersarang di dadanya. Dia tewas pagi ini dalam ambulans yang membawanya ke rumah sakit."

"Tidak ada saksi?"

Na menggelengkan kepalanya. Dia tampak agak cemas, lalu mengubah topik pembicaraan. "Apa yang kamu punya untukku?" tanyanya.

"Seseorang akan berbicara malam ini," kataku muram. "Aku khawatir tidak akan bisa menanganinya dengan baik."

"Siapa dia?"

"Ratna Dadali, si artis tunangan David Raja. Dia sudah banyak berbicara, tapi semuanya bohong. Kali ini aku harap dia akan mengatakan yang sebenarnya. Aku pikir bos harus ikut."

"Baik," kata Joko. "Jam berapa?'

"Beri aku waktu sekitar satu jam untuk bicara dengannya," kataku. "Jika bos datang sekitar pukul tujuh, bos harus menangkapnya dalam kerangka berpikir yang benar untuk meluruskan banyak hal."

"Aku akan ke sana," dia berjanji, dan mengusirku dengan anggukan singkat saat dia beralih ke setumpuk dokumen.

***

Ratna  dengan santai dan bahagia duduk di sofa di ruang tamuku. Penampilannya merupakan gambaran yang sempurna sebagai seorang artis selebriti. Mengenakan gaun sutra biru yang memamerkan lekuk tubuh yang luar biasa dengan sempurna, dengan sepatu kets biru laut, memamerkan betis berbalut stocking nilon yang sangat indah. Aku bertanya-tanya bagaimana seorang wanita cantik yang begitu tenang dan begitu cerdas bisa menjadi begitu bodoh.

Aku menuangkan gin dan vermouth ke dalam jar, menambahkan es, mengaduknya, lalu menuangkan sebagian besar ke dalam gelas untuknya.

Ratna menyesap dan wajahnya berubah kecut. "Sayang, bukankah ini kebanyakan?"

"Memang," kataku. "Santai aja. Kita merayakan pesta perpisahan."

"Pesta perpisahan? Memang siapa yang pergi?"

"Aku. Aku akan pindah negara."

Dia tampak terkejut sesaat. "Tapi, sayang, kenapa?"

Aku mengangkat bahu. "Aku sudah mendapat uangku yang dipinjam David. Tidak ada alasan aku untuk bertahan di sini lagi."

''Yah, semuanya agak membingunghkan, sayang," katanya dengan wajah bersedih.

Akting lagi, pikirku.

Aku menyesap Martini-ku.

"Kalau David ingin memutuskan persahabatan dengan semua teman lamanya, maka itu urusan dia," kataku tidak peduli.

Aku mengambil surat terakhir David dari sakuku dan menyerahkannya pada Ratna. "Baca apa yang dia katakan dalam suratnya."

Ratna membaca surat itu lalu mengembalikannya padaku. "Kedengarannya sudah final, ya?" katanya.

"Tidak benar-benar menunjukkan sebagai seorang kawan," saya setuju. 'Tapi bagaimana denganmu? Apakah kamu termasuk yang dibuang David?"

"Aku tidak tahu," jawabnya sambil berpikir. "Terakhir kali aku melihatnya, aku mendapat ide bahwa aku hanya orang yang cocok untuk bertindak sebagai perantara. Semacam antek. Tetap saja, dia bukan satu-satunya ikan di laut, kurasa."

Aku menatapnya dan harus aku akui dia memang enak untuk dipandang.

"Untukmu,  laut akan selalu penuh dengan ikan. Sayangnya, kamu tidak bisa melupakan orang-orang seperti David. Akmu tidak bisa menyingkirkan dia begitu saja dari hidupmu, kan?"

"Aku tahu," kata Ratna. Dia menatap murung gelas di tangannya.

"Ceritakan dengan jujur apa yang terjadi ketika kamu bertemu dengannya terakhir kali."

Pipinya tampak memerah. "Aku sudah memberitahumu semuanya."

Aku tahu, tetapi yang membuatku bingung adalah mengapa David memilih tempat seperti Warung Emak untuk bertemu dengan artis papan atas sepertimu."

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun