Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: I. Terdampar (Part 14)

15 November 2022   22:00 Diperbarui: 16 November 2022   18:15 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Tiwi melaju melintasi air ke ujung gua dan mengangkat kepalanya. Ketinggiannya tidak terjangkau. Dia dan teman-temannya harus memanjat dinding vertikal yang menjulang puluhan meter di atas permukaan air. Tidak mungkin mereka bisa melakukannya kecuali tanpa bunuh diri.

Mereka saling bertukar pandang sebelum Miko memecah keheningan. "Gue bisa naik ke atas." Dia menampilkan senyum sombong yang menjadi ciri khasnya.

Tiwi berdoa Miko berhasil , tetapi jauh di lubuk hati, dia tahu cowok itu hanya ingin mencari alasan untuk melakukan aksi gila-gilaan.

Tatapan Zaki menyapu langit-langit dan dinding. "Dengan peralatan yang tepat, mungkin, tapi dengan apa yang kita punya, ini adalah misi impossible. Gue yakin lu bukan Spiderman."

"Ya, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Tiwi setengah tersenyum. "Mencari laba-laba radioaktif untuk menggigitmu? Kita hanya perlu mencari cara lain."

Mungkin akan membantu jika kami punya sherpa dari Gunung Everest, pikirnya

Terdengar suara memecah keheningan dari air yang kini berwarna lavender. Gelembung kecil muncul dan kemudian menghilang.

Tiwi mencondongkan tubuh ke depan dan mengintip ke dasar air. Sesuatu berkilauan dan berputar-putar di bawah permukaan. "Kalian lihatitu?"

"Ooh yeah, baby!" Miko bersorak gembira dan melepaskan jaket pelampungnya. "Mungkin gue bisa berantem melawan cumi-cumi raksasa."

Tiwi memukul lengannya. "Fokus. Jangan biarkan imajinasimu menjadi liar lagi."

"Gue bercanda," katanya. "Bisa jadi ikan, dan jika itu masalahnya, mereka pasti datang dari suatu tempat. Mungkin kita bisa berenang keluar dari sini seperti pasukan katak."

Tiwi menyibak sehelai rambut panjang dari matanya dan menghela napas. "Kita bukan Navy SEAL, Mik. Tapi aku mengerti maksudmu."

"Ide bagus," kata Zaki. "Gue setuju."

Tiwi mengangguk. "Aku juga. Mari kita lakukan. Mik. Kamu yang memimpin."

Dia mengangkat tangan. "Tunggu. Kapan kalian berdua pernah belajar menyelam?"

Kening Zaki berkerut. "Belum pernah, sih, tapi---"

"Kalau begitu keputusannya jelas." Bibir Miko mengembang menjadi senyuman lebar. "Karena gue yang bisa tahan napas selama lima menit, gue yang nyari jalan keluar di bawah sana."

Tiwi menyesali keputusannya untuk keluar dari kursus renang sinkronisasi tahun lalu. Dia menghela napas mengingat situasi memalukan ini. Tapiitu kan Cuma senam, aerobik, dan balet yang digabungkan menjadi satu. Butuh kekuatan fiksi, kelenturan, dan pengaturan waktu yang tepat sambil menahan napas---dan juga tersenyum. Waktu itu dia menelan air dalam jumlah banyak dan pasti tidak akan banyak membantu Miko.

Zaki memotong pikirannya. "Miko bener. Dia yang paling berpengalaman dari kita bertiga. Dia yang pergi."

Zaki berputar di air untuk menghadap Miko. "Jangan ada aksi gila, oke?" Lalu menepuk pundak Miko. "Hati-hati dan cepat kembali, bro."

Miko menunjuk dirinya sendiri dan tertawa. "Gue? Aksi gila?" Dia memutar bola matanya. "Nggak pernahlah."

Kedua cowok itu tertawa dan bertukar tinju.

Tiwi menatap Miko. "Aku benci kalau kamu menghilang di bawah air terlalu lama, terutama sekarang karena kita tinggal bertiga." Dia menunjuk ke sekeliling mereka. "Kita tidak tahu di mana ini. Bagaimana kalau nggak aman?"

"Don't worry," kata Miko, menyapu permukaan air seolah-olah dia punya semacam rencana brilian yang sedang berputar di kepalanya. Mungkin dia sedsng membayangkan dirinya keluar dari sana dengan berpegangan pada sirip punggung ikan paus, dan Tiwi tahu belum pernah ada program tamasya seperti itu. Lumba-lumba, ya, tapi ikan sebesar kapal selam? Kalau ada mungkin tidak begitu banyak.

Miko memeluknya dan menyerahkan jaket pelampungnya ke gadis itu. "Pegang ini untuk gue, oke? Dan cobalah untuk jangan nampak sedih gitu. Ini bukan goodbye. Selain itu, apa yang mungkin salah?"

"Kamu mau aku buat daftar yang panjangnya satu kilometer?" balas Tiwi.

Miko menyeringai lebar, lalu menarik napas beberapa kali sebelum satu tarikan panjang, dan terjun ke bawah air yang memercik tinggi.

Tiwi berseru dengan cemas. "Miko, hati-hati!"

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun