"Belatung kunang-kunang, ya?" tanya Miko yang tidak tampak terganggu sedikit pun. "Kereeen! Pentas pertunjukan lighting alami yang luaaar biasa."
Tiwi berpegangan pada Zaki, menyaksikan bayang-bayang menari dan berkelap-kelip di atas batu kapur yang gelap. Dia mencoba menelan ludah kental yang tiba-tiba mengganjal di tenggorokannya.
"Nggak, nggak keren, Mik! Berarti ulat yang menyebabkan cahaya remang-remang, bukan cahaya bulan!"
Tiwi menarik napas dalam-dalam. Jantungnya berdegup kencang. "Bagaimana kalau kita terjebak di sini selamanya?"
Zaki meremas tangannya untuk menenangkan. "Pasti ada jalan keluar... kita akan menemukannya. Selain itu, glowworm harus memakan serangga seperti ngengat dan lalat capung untuk bertahan hidup, jadi pasti ada jalan masuk. Jangan sedih gitu, dong. Ada cacing ini berarti kabar baik. Kita cuma cari titik masuk mereka."
Tiwi meluncur ke depan dengan ayunan lengan yang panjang. "Oke, kalau gitu yuk kita cari jalan keluar dari hotel serangga raksasa ini."
"Bentar. Kenapa airnya?" Zaki mengerutkan kening. Matanya bergerak ke sana kemari, saat dia menyentakkan tangan ke belakang. "Udah tiga kali ganti warna."
Tiwi menciduk air cokelat dan membiarkannya menetes melalui sela-sela jari. Tidak ada yang berubah sejauh yang dia lihat. Yang pasti, dia tidak akan meminumnya karena air itu terlihat seperti berkarat, tetapi selain itu, sama saja bagusnya dengan yang lain.
"Lumpurnya cuma dikit, nggak akan bikin sakit," kata Miko.
Tiwi memfokuskan pandangannya pada air cokelat yang tiba-tiba berubah menjadi ungu. Tangannya melayang menutup mulutnya sendiri. "Lihat! Apakah kalian melihat ini? Aku bersumpah itu berubah tepat di depan mataku."