Tiwi memegangi dadanya dan menghela napas panjang. Memikirkan apa pun yang terjadi padanya membuatnya dadanya nyeri. Sekarang dia bisa memusatkan seluruh energinya untuk menemukan mamanya.
Tiwi memeluk Miko. Air mata mengalir di wajahnya, dan berbicara di sela-sela isak tangis. "Aku sangat senang kamu baik-baik saja, tapi mamaku--"
Dia mencengkeram kemeja Miko yang basah erat-erat.
"--dan kita harus menemukannya."
"Apa?" kata Miko, terhuyung mundur. "Di mana papamu?"
"Dia ada di ruang kemudi," teriak Tiwi. "Ayo!"
"Kalau datang lagi gelombang gede, pegang apa pun yang tidak bergerak yang dapat kalian pegang." Zaki mencoba untuk berani, tapi dia tidak pernah bisa membodohi teman-temannya. Tiwi melihat ketakutan di matanya.
Sesuatu yang dingin berputar di sekitar pergelangan kaki Tiwi. Air. Memburu masuk dengan cepat.
Dia terkesiap. Papan lantai mengambang: bantal, kertas grafik, dan majalah tumpah ruah di geladak. Bagaimana jika perahu ini tenggelam seperti batu raksasa?
Tiwi terdiam, napasnya tercekat di tenggorokan.
Miko mengguncang bahunya, teror terukir dalam suaranya. "Sial! Kita tenggelam."