"Maaf atas interupsi barusan, Dokter," kataku. "Teman lama yang melacak aku sampai ke sini."
Dr. Nasir tersenyum menenangkan. "Memberi saya kesempatan untuk sedikit tenang," katanya. "Saya meminta maaf atas emosi saya barusan."
"Sebaliknya, kata-kata Dokter sudah sepantasnya," kataku. "Aku seharusnya tidak menanyakan pertanyaan konyol seperti itu."
Dr. Nasir menatapku. "Saya tidak akan mengatakan konyol. Lebih tepat, penasaran."
"Bagaimana kalau saya meminta maaf dengan segelas minuman?" aku menawakan.
Dia melihat arlojinya dan menggelengkan kepala. 'Tidak terima kasih. Saya masih harus mengunjungi dua orang pasien sebelum ke klinik. sayangnya, keduanya wanita yang bisa mencium bau alkohol dari jarak seratus meter."
Dia bersandar di kursinya dan melipat tangannya di depan dada. "Kamu tahu, saya sudah memikirkan idemu ini bahwa Diego mungkin tidak meninggal. Ini benar-benar sangat fantastis. Siapa yang memberi ide seperti itu kepadamu?"
Aku pikir akan lebih baik untuk membiarkan topik ini menghilang. Bagaimanapun, kemunculan kembali David secara tiba-tiba, meski hanya di telepon, memberiku lebih dari cukup untuk memikirkannya. Aku ditugaskan untuk menemukan David. Persoalan tentang masalah Diego sudah mati atau masih hidup harus menunggu.
"Hanya terpikir saja," kataku santai. "Waktu itu aku lagi memikirkan tentang Anyer, badai, dan apa yang terjadi di sini."
Tapi dr. Nasir bukanlah tipe orang yang langsung menyerah begitu saja. "Ya, tetapi seseorang pasti telah mengatakan sesuatu tentang Diego, atau kamu pasti telah membaca sesuatu tentang dia. Tidak ada yang akan menanyakan pertanyaan seperti itu kepada dokter tanpa alasan yang pasti."
"Aku punya alasan," kataku.
"Yah, pasti alasan yang sangat bagus," kata dr. Nasir. Masih terdengar suaranya agak kaku saat dia menambahkan, "Tapi kamu lebih suka tidak memberi tahu apa itu, bukan?"
Merasa seperti anak kecil yang ditanyai tentang hilangnya permen, aku menjawab, "Aku khawatir untuk saat inibelum, dokter."
"Kamu membuatku sangat penasaran," kata dr. Nasir. Dia bangkit dari kursinya.
"Berapa lama kamu berencana untuk tinggal bersama kami kali ini?"
"Aku akan pergi ke Metro besok untuk menemui beberapa teman," aku berbohong.
"Dan kemudian kembali ke Jakarta?"
"Ya."
"Beberapa hari lagi saya akan ke Jakarta," kata dr. Nasir.Â
"Nah, mampir ke tempatku," saranku.
"Dengan senang hati saya akan datang dan mungkin akan membahas hal ini denganmu, tapi mungkin saya akan sangat sibuk. Saya punya janji dengan banyak orang."
"Mengapa tidak bergabung denganku untuk makan malam malam ini?"
'Saya ragu apakah saya bisa," kata dr. Nasir dengan menyesal. "Saya harus menjalankan operasi dalam seperempat jam dan sekarang lagi musim flu."
Aku duduk di bar sebentar setelah dokter pergi. Memikirkan reaksinya terhadap pertanyaanku tentang kemungkinan Diego belum mati. Penolakannya yang keras terhadap teori apa pun tak mungkin dibuat-buat. Tampaknya mustahil bagi siapa pun selain Nyonya Ria yang dapat memasukkan catatan itu ke dalam kotak.Â
Namun apa hubungan antara Nyonya Ria, seorang ibu rumah tangga biasa, dan seorang pelaut muda Kuba yang tubuhnya mungkin berada di dasar Selat Sunda?
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H