Pertama, sikat gigimu. Kemudian, buang air kecil dan cuci kaki.
Selanjutnya, pastikan tempat tidurmu rapi sehingga ketika kamu akhirnya berbaring, kamu hanya akan terganggu oleh pesan yang dia kirim, bukan oleh seprai atau selimut yang menggumpal.
Kamu pikir itu lucu? Mengapa kamu membalas pesannya? Tadi siang dia tampak tak peduli.
Hibur dirimu dengan mengatakan mungkin kamu tidak akan pernah melihatnya lagi. Dan jika kalian tak sengaja berpapasan, dia mungkin tidak akan mengingatmu.
Kemudian hitung probabilitas statistik bahwa kamu akan bertemu dengannya jika dia sering mengunjungi kafe itu. Ingatlah, kamu belajar statistik hanya di kelas tiga SMA dan satu-satunya hal yang kamu ingat adalah 'korelasi tidak menunjukkan sebab-akibat.'
Pikirkan apa yang Pak Daswir, guru matematika, lakukan sekarang. Dia punya dua anak, bukan? Isa dan ... Ahmad?
Kamu harus kembali ke kamar mandi lagi pada saat ini. Tentu saja, sesampainya di kamar mandi, kamu tidak perlu lagi buang air kecil. Namun, tiga menit cukup lama untuk membalikkan upaya putus asa untuk tertidur, dan cahaya dari jam meja yang redup memanggilmu.
Jangan pernah melihat jam. Dengan melihatnya, alih-alih tidur, kamu terjaga dan memikirkan ibumu.
Ibumu meneleponmu sore tadi, menanyakan apakah dia harus membelikan adikmu gaun baru atau apakah mungkin membutuhkan kap lampu baru karena lampu kuningan dengan kap merah muda di ruang tamunya terlalu terang. Kamu mengingatkan ibumu bahwa mungkin bohlamnya, bukan lampunya, yang terlalu terang.
Kamu bertanya-tanya bagaimana lampu bekerja. Ada hubungannya dengan elektron di kabel dan filamen memanas? Kamu pernah tahu pada satu waktu, tetapi sekarang itu hanya kenangan kabur dari les tambahan saat liburan semestaer ketika kamu masih kecil.