Si kecil Dikdik menguap, dan perempuan tua itu tersenyum saat dia menyalakan api, mengirimkan percikan api ke udara.
"Setelah semuanya selesai," perempuan tua itu melanjutkan, "penyihir mengajak Kaniya melalui Hutan Nirmala yang angker di mana mereka akan menemukan bahan yang akan dia gunakan untuk menyembuhkan raja. Penyihir itu berjalan ke dalam hutan tanpa rasa takut, tapi Kaniya tampak senewen, menggenggam tombaknya dengan erat. Mereka mencapai lokasi dan penyihir itu menghidu mencium udara, laluberhenti. Seekor kucing hitam seperti yang mereka temukan di gubuknya, muncul dari balik pepohonan dan mendengkur di kakinya. Penyihir itu tersenyum dan mengelus punggung hewan itu."
"'Mengapa kita berhenti, Penyihir?' tanya Kaniya. Penyihir itu hanya menoleh dan menyeringai.
"'Genggam tanganku,' katanya."
Kaniya memandang tangan itu dengan ketakutan. 'Tidak,' katanya."
"'Aku tidak tahu berapa lama kita akan bertahan hidup,' kata penyihir itu. 'Kemungkinan besar dia telah mengirim seseorang untuk mengejar kita. Waktu tidak berpihak kepada kita. Jadi, Kaniya, pegang tanganku.'"
"'Siapa yang akan mengirim orang untuk mengejar kita?' Kaniya bertanya, hampir tertawa. 'Aku prajurit istana kerajaan Galuh. Telah kutilik jejak kita saat berjalan. Tidak ada yang mengikuti dari belakang.'"
"Penyihir itu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengulurkan tangannya yang disambut Kaniya dengan enggan. Â Tangan itu begitu, terlalu dingin bagi siapa pun yang hidup. Tetap saja, dia bertahan. Dan penyihir itu memeluk tubuhnya."
"Ada hal-hal yang dengan mudah dimengerti, anak-anak. Hal-hal yang bisa diucapkan dengan kata-kata. Begitulah cara kita meneruskan berita dari orang ke orang. Itu adalah cara kita manusia."
"Tapi penyihir, tidak sepenuhnya manusia."
"Kaniya tersentak saat pengetahuan mengalir ke dalam kepalanya dari penyihir dengan percikan api biru saat penyihir itu menutup matanya dan berkonsentrasi. Waktu seakan berhenti mengalir. Dan ketika berakhir, Kaniya tersentak menjauh dari penyihir itu, mengacungkan tombaknya."