Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rusunawa (Bab 27)

29 September 2022   09:00 Diperbarui: 29 September 2022   08:59 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Ketika pengumuman SNMPTN keluar, Rano senang melihat namanya muncul di daftar. Namanya ada di nomor urut sepuluh. Dia mengetahuinya setelah membaca pengumuman dari komputer warnet.

Jantungnya berdebar kencang saat petugas warnet ikut membaca dokumen pengumuman. Meskipun nilai UN-nya termasuk yang tertinggi, tetapi orang-orang membuatnya takut dengan kata-kata, "Enggak gampang keterima di UI. Itu anak ranking pertama dari SMA favorit gagal masuk ke situ. UI diskriminatif. Hanya anak orang kaya yang bisa diterima di sana."

Orang tuanya telah memperingatkan dia untuk tidak memilih Universitas Indonesia. "Pilih saja Solo atau Padang, Nak. Setidaknya kamu punya peluang di daerah, dan kita masih punya saudara di sana," papanya selalu mengingatkannya.

Tapi dia sangat ingin masuk UI dan berjanji kepada kedua orang tuanya bahwa dia akan menjadi pengecualian.

Suti tertawa terbahak-bahak ketika Rano mengakui tentang ketakutannya saat mereka duduk di meja makan.

Orang tuanya sangat senang. Wajah mereka berseri-seri karena bahagia dan Rano merasa mereka sangat bangga dengan prestasi yang telah dia capai. Dia diterima di Universitas bergengsi dengan segala rintangan dan itu adalah prestasi yang luar biasa.

Rano menyeringai dan menatap Suti.

"Suti, kenapa kamu tertawa?" Papa bertanya.

"Tidak ada apa-apa, Papa," kata anak gadisnya mencoba menutupi mulutnya dengan telapak tangannya.

"Dia mengejekku, Pa. Dia bilang aku cuma dapat ranking sepuluh, tetapi aku tidak akan menyalahkan dia. Dia mana tahu tentang universitas," katanya.

Papa tertawa. "Sebenarnya bukan begitu," katanya pada Suti.

Ada mengangguk. "Suti ikut berbahagia untuk Abang. Besok aku akan mengumumkannya ke semua orang di sekolah. Abangku Rano Kurniawan berhasil masuk ke Fakultas Hukum di UI. Satu sekolah pasti akan sangat senang," katanya.

Mulutnya bergetar saat berbicara dan dia mengepalkan tangannya di dada. Rano tersenyum dan menatapnya. Yang dilihat adalah seorang gadis kecil yang bangga dengan prestasi saudaranya.

Mama berdiri dan berjalan menuju meja dapur. Dia menyalakan api kompor dan meletakkan sepanci sup di atasnya. Sambil menunggu sup mendidih, dia membereskan piring dan gelas yang berantakan.

Dia berbalik dan melihat suami dan anak-anaknya menonton berita malam televisi.

"Bagaimana dengan Anhar?" tanya Mama Rano.

Rano mengangkat kepalanya menoleh perlahan. "Oh, Anhar...," dia tergagap. "Aku belum tahu apakah dia diterima atau tidak, tapi aku akan melihatnya besok."

"Baiklah," kata Mama dan melanjutkan pekerjaanya.

***

Keesokan paginya, semua orang pergi bekerja dan sekolah kecuali beberapa orang tetangga. Rano telah selesai mengambil air. Hari ini lebih cepat dari biasanya. Dia diberitahu ibunya agar mengambil air pagi setelah orang-orang berangkat kerja agar tidak perlu mengantrE.

Dia telah selesai mengisi air ke dalam drum dan hendak membuang sampahketika Bini berjalan menuju halaman belakang melalui lorong. Dia bersama Mak Linda. Langkah kaki mereka di lantai terdengar bergemamemantul dari dinding ke dinding.

Rano berbalik dan melirik sekilas. Sudah lama dia tidak melihat mereka berjalan berdua. "Selamat pagi, Mak," sapanya.

"Selamat pagi, Kurnia," kata Mak Linda. Dia suka memanggilnya Kurnia, karena suaranya terdengar manis dan tenang saat dia mengucapkannya.

Bini tidak membalas sapaannya, tetapi Rano tidak menyadari karena dia sedang berkonsentrasi membuang sampah ke dalam bak. Bini mengernyitkan hidungnya dan menegur.

"Hei, Rano," panggilnya.

Rano berbalik setelah dia menutup bak sampah. "Ya?"

Bini menyeringai masam, lalu menghela napas panjang. Bocah laki-laki ini sama sekali tidak menaruh hormat padanya. Dia tidak menambahkan "Mak" pada jawabannya. Dia mencoba menantangku, pikirnya.

"Kamu tidak ke sekolah hari ini?" Dia bertanya.

Mak Linda berdiri diam ingin mendengar jawaban Rano.

"Saya baru saja tamat SMA," katanya.

"Ah! Lu udah gede sekarang!" seru Mak Linda.

Dia berjalan mendekati Rano dan memegang pundaknya. "Jadi lu masuk universitas bentar lagi, ya? Selamat," ucapnya.

"Terima kasih," kata Rano dengan ekspresi tak nyaman.

Bini berasumsi, dari raut wajahnya, Rano tidak akan masuk universitas. Bini punya sifat dengki dan merasa semua orang di kompleks itu berstatus lebih rendah darinya kecuali keluarga Mama Rano. Oleh karena itu dia tidak ingin berhubungan dengan mereka. Dia menganggap mereka sombong dan tak menghiraukan sapaannya setiap kali mereka berpapasan.

Keinginannya adalah semua anak di kompleks itu tidak akan menjadi orang selain buruh pekerja kasar yang tidak berpendidikan yang akan selalu merangkak berlutut.

Suaminya bekerja di kantor camat. Gajinya lebih sedikit dibandingkan dengan pegawai negeri, tetapi penghasilannya memungkinkan mereka untuk hidup lebih baik daripada penyewa penghuni rusunawa lainnya. Dia biasa membual dan suka memberi tip pada anak laki-laki di situ. Mereka menjulukinya, "Tante Gembrot tukang ngasih jajan."

Sebagai seorang ibu rumah tangga dengan satu anak, dia berhasil menambah beban di tempat yang tepat di tubuhnya, dibandingkan dengan betapa langsingnya dia ketika dia menikah dan pindah ke rusunawa. Bini murah hati kepada orang-orang yang membutuhkan, tetapi tak ingin ada yang lebih baik darinya.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun