"Sukurin. Lu yang duluan nyari gara-gara. Dia kan duluan datang dari lu," kata seorang gadis.
"Lu kagak usah ikut campur. Dasar lonte," bentak Lola denga muka merah padam sambil menudingkan jari telunjuknya ke gadis itu.
"Lu yang lonte jelek kagak laku. Linggis aja kagak demen sama lu. Jangan-jangan dalem rok lu itu pisang monyet bukan kue apem, bawan lu berantem melulu," jawab gadis itu dengan berani. Mungkin anak buah salah satu preman merangkap germo.
"Gue kagak ada urusan sama lu, gue urusannya sama dia."
Lola menepukkan kedua telapak tangannya dan berjalan menuju Rano, mengabaikan gadis yang mengata-ngatainya. Gadis itu menggumamkan beberapa kata untuk menuntaskan kekesalannya, lalu duduk di atas tembok yang retak.
Rano telah selesai mengambil air dan orang lain menggantikannya. Seharus Febi yang mendapat giliran, tetapi tetapi dia berdiri diam dengan ember yang rusak sambil menatap ke arah Lola.
Lola menarik kemeja Rano dan mendorongnya ke belakang. Rano terhuyung mundur, tapi segera mendapatkan kembali keseimbangannya dan balas menampar Lola. Suara tamparan itu begitu nyaring, membuat semua orang bersorak. Lola melontarkan pukulan pertamanya yang biasanya berhasil mengguncang lawannya, tetapi Rano memblokirnya dan mengiriminya pukulan balasan.
Lola jatuh ke lantai, tapi langsung berdiri lagi meski terhuyung-huyung. Darah menetes dari sudut bibirnya, tetapi gadis itu belum ingin pertarungan berakhir hanya sampai di situ.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H