Tidak masalah, pikirnya. Dia akan membawa mobil Kuntum sebagai gantinya. Bukannya dia suka, tapi setidaknya ada gantinya. Awang benci mengendarai mobil istrinya. Proton Kancil tua bukanlah gayanya dan tidak akan pernah menyukainya. Melaju lebih lamban daripada tapir lamanya. Orang menyangka kucing akan lebih lincah dibandinkan tapir, tapi jelas bukan itu masalahnya. Meski begitu, Kancil masih hidup seperti biasanya, dan Awang memundurkannya keluar dari garasi.
Melirik ke rumah, dia melihat bayangan Kuntum melintas di jendela dapur. Alkohol telah mengacaukan otaknya, dan jelas dia kehilangan kendali atas indranya. Kuntum telah membawa mobilnya, jadi mustahil dia berada di rumah.
Sambil mengemudi, pikirannya kembali ke tadi malam. Bagaimana dia bisa begitu mabuk? Dia tahu semua fisiologi di balik tingkat toleransi, tapi itu tidak cukup untuk menjelaskan tadi malam. Melewati Kedai Tuak Sedar Jiwa, sesuatu otaknya berdering. Mercedes biru laut miliknya terparkir di pinggir jalan.
Aku lebih mabuk daripada yang kupikirkan semalam.Â
Mengingat betapa parahnya dia saat pengar, Awang tahu bahwa 'lebih' masih terlalu sedikit.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H