Papanya segera berdiri karena melihat kepanikan yang di wajah Rano. Memebtulkan bebat sarung yang pembungkus di pinggangnya penutup celana pendek yang dia kenakan, Papa terhuyung-huyung ke kamar tempat Suti berbaring.
Suti telah menarik roknya yang tergeletak di atas tempat tidur. Kedua kaki terbuka lebar.
"Dia berdarah," Rano tersentak. "Aku rasa kira dia sedang menstruasi. Kami sudah diajarkan itu di pelajaran biologi," katanya sambil menggerak-gerakkan tangannya, akhirnya menempelkannya di mulutnya.
"Put'ri, itu hal yang normal untuk seorang gadis," kata Papa dan berjalan menuju tempat tidur dan menepuk pundak Suti perlahan. "Kamu sekarang sudah menjadi wanita dewasa pada usia tiga belas tahun," katanya.
"Umurnya dua belas tahun," jawab Rano.
Papa tersenyum dan menatap Rano, lalu menggelengkan kepalanya. "Papa suka lupa umur kalian. Maklumlah, Papa sudah tua."
Rano terkikik dan pergi. Dia kembali dengan seember air dan kain lap sesuai perintah Papa dan mereka membersihkan tempat tidur. Suti duduk melihat sekeliling dengan ketakutan. Dia tidak pernah tahu kalau dia akan sampai ke tahap ini.
Suti berjalan ke kamar mandi setelah itu untuk mandi. Dia berjalan kembali ke kamar dengan kaki terentang lebar.
"Tidak perlu sampai begitu juga," kata Rano.
"Benar," Papa memperingatkan dan menyuruh Suti beristirahat di kamar.
Tiga orang bocah yang berpakaian lusuh melongo menatap drama keluarga itu. Mereka berdiri di lorong sementara salah satunya menghisap jarinya. Rano mengusir mereka dengan tangannya saat mengunci pintu.