"Aku tidak mengerti apa yang barusan kamu katakan," balas Suti.
Wajah Feri menunjukkan bahwa dia siap menjelaskan apa yang baru saja dia ucapkan.
"Aku bilang mereka menggertakku. Jadi, aku tidak bisa melawan," katanya lagi. Wajahnya dengan cepat tersenyum tenang.
Suti ingin bertanya lebih lanjut, tetapi terhenti karena kehadiran oleh Tiur.
"Ya!" kata Tiur berjongkok di depan mereka. "Aku mendengarmu. Kupikir dia bilang mereka menggertaknya dan dia tidak bisa melawan," kata Tiur sambil mengangkat bahu.
"Oh, aku juga berpikir begitu," jawab Suti.
"Ya, ya" Feri mengangguk sementara matanya beralih ke wajah Tiur dan kembali ke Suti. Suti tersenyum dan mereka semua tersenyum.
Bel berbunyi dan semua orang bergegas kembali ke kelas masing-masing.
***
Setelah jam sekolah, Suti menyampirkan tasnya ke punggungnya sementara Rano menggantung tasnya di bahu mencapai lutut, saat mereka berjalan pulang. Menyadari keheningan yang tidak biasa, Rano akhirnya memecah kebisuan. Biasanya, Suti yang berbicara sepanjang perjalanan sementara Rano mengangguk dan tersenyum setiap kali lelucon Suti menggelitik saraf humornya. Dia tertawa dan Suti balas tertawa juga.
Rano menepuk pundak adiknya.
"Abang dapat teman baru yang menarik di kelas Abang hari ini," kata Rano.
"Serius, Bang! Akhirnya Abang punya teman juga," kata Suti sambil tersenyum.
"Kamu yang katanya punya teman, tapi Abang belum pernah melihatmu bersama mereka. Selalu saja cuma, aku punya teman ini, aku punya teman itu," Rano menghela napas menyimpan amarahnya.
Suti menggoyangkan kepala dan tersenyum. Dia ingin menjawab tetapi menelan kembali kata-katanya.
Rano akhirnya berteman dengan Anhar.
Anhar adalah anak pendiam di kelas yang tidak pernah berbicara dengan siapa pun. Anaknya bertubuh kecil dan pemalu.
Saat pertama kali Rano masuk ke sekolah barunya, hampir semua orang mengoceh tentang betapa pendiamnya dia, tetapi dia memperhatikan bagaimana Anhar juga diasingkan oleh murid-murid lain. Anhar ditinggal sendiri, mencoret-coret kertasnya. Dia hanya berbicara jika dia ingin mengajukan pertanyaan kepada seseorang dan suaranya biasanya rendah dan pelan. Keberadaanya sering tidak dianggap.
Setelah jam sekolah, Anhar akan menyandang tasnya dan berjalan pulang. Tidak pernah menjawab pertanyaan di kelas tetapi ketika guru menunjuknya, dia selalu tahu jawabannya. Anhar dijuluki 'jenius pendiam' oleh guru matematika mereka.
Rano mengira Drajat dan Wahyu adalah yang terpintar di kelasnya. Mereka selalu siap menjawab pertanyaan di kelas dengan benar untuk setiap soal sulit. Selalu Rano, Drajat dan Wahyu. Murid-murid lain menganggap mereka bertiga sebagai yang terpintar di kelas.
Rano aktif mengacungkan tangan ketika dia mengetahui bahwa dua murid lain itu selalu berlomba menjawab pertanyaan yang diajukan guru, kapan pun dan apa pun pertanyaan yang dilontarkan. Dia memutuskan untuk meninggalkan gaya acuh tak acuhnya untuk mengesankan para guru.
Setelah hasil tes semester mereka dibagikan, ternyata Anhar memegang ranking pertama disusul oleh Rano, Drajat dan Wahyu.
Rano kaget. Dia tidak pernah menyangka bahwa Anhar begitu brilian. Teman-teman sekelas lain justru tidak pernah tahu bahwa Rano akan menjadi yang tertinggi kedua. Mereka menganggapnya tak lebih dari seorang murid yang berusaha mencari perhatian guru. Rano tidak pernah berhubungan dengan siapa pun.
Suatu hari, saat jam istirahat, dia sedang duduk di bangku taman sekolah menikmati es krim rasa coklat. Teman sekelas perempuannya lewat dan mendadak duduk di sampingnya. Rano meliriknya sekilas, sebelum kembali menekuni es krimnya.
"Hai, Rano, apa kabar kamu?" gadis itu bertanya.
Dia berpura-pura tidak mendengar, tapi akhirnya menoleh dan balas bertanya. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Tidak. Tapi aku suka saat kamu menjawab pertanyaan di kelas.," jawabnya senang. Rano tahu anak itu akan memberi tahu teman-temannya bagaimana cowok sepintar Rano bercakap-cakap dengannya.
Rano menyedot es krim sekali lagi dan meliriknya sekilas. Dia mengangguk. "Terima kasih," gumamnya lembut.
Rano berharap gadis itu menjauh dari sisinya, tetapi gadis itu tidak juga pergi.
Anak perempuan itu bergeser perlahan dan duduk semakin dekat dengannya, tidak peduli bahwa bangku taman itu dilapisi debu tebal.
"Aku ingin memberitahumu sesuatu," katanya buru-buru.
Aku tak peduli, cepatlah pergi, pikir Rano dalam benaknya. Tapi kepalanya mengangguk.
"Teman-teman sekelas bergosip bilang kamu suka cari perhatian, tapi aku bilang tidak benar dan terbukti kalau kamu memang pinta setelah hasil ujian akhir semester," katanya dengan sangat serius.
"Oh, begitu?" Rano bertanya retoris sambil menyeringai.
Gadis itu menepuk paha Rano segera setelah dia melihat salah satu teman sekelas datang ke arah mereka. Berdiri dengan cepat, dia membersihkan pasir di pantatnya, melambai pada Rano dan pergi.
Dia senang seseorang telah melihatnya bersamaku, dan akan membual bahwa aku adalah teman baiknya, pikir Rano sambil tersenyum.Â
"Oh, jadi mereka mengira Abang bodoh dan Abang mengejutkan mereka ketika hasil ujian semester diumumkan?" Suti bertanya.
"Abang rasa begitu. Mereka kaget Abang ranking dua. Tapi Abnag harus bisa mengalahkan Anhar. Mama tidak akan bangga kalau ranking Abang turun dibandingkan di sekolah dulu. Dan waktu ABang tahu betapa hebatnya Anhar, Abang memutuskan untuk menjadi temannya. Tadi Abang mentraktir Anhar bakso waktu jam istirahat dan kami sekarang berteman."
"Oh, senangnya kahirnya Abang punya teman juga," ledek Suti.
Rano tertawa dan menepuk pundak Suti. Suti menjauh menghindari tangan Rano tapi tak urung jari Rano menyentuhnya dengan lembut.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H