Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 8)

13 September 2022   13:37 Diperbarui: 13 September 2022   13:38 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Siang bergulir dengan cepat untuk Awang yang ketika menjalankan Klinik Taluk Kuantan yang sangat sibuk, berjuang dengan sakit kepala untuk mengendalikan pikirannya. Hidupnya selalu lepas dari kendali begitu dia berjalan ke tempat itu, dan itu saja membuat perutnya mulas di hari-hari normal.

Hari ini lebih buruk lagi dengan kekacauan yang dihasilkan oleh gempa. Rumah mereka tidak tersentuh oleh guncangan, tetapi klinik merupakan cerita yang berbeda. Bagan-bagan jatuh berantakan di lantai. Kekacauan reorganisasi hanya menambah masalahnya.

Seperti kebanyakan calon dokter, ketika dia pergi ke sekolah kedokteran, dia tidak memiliki konsep tentang apa dan bagaimana sebenarnya kehidupan seorang dokter. Selama empat tahun kehidupan mahasiswa fakultas kedokteran masih belum berhasil diresapinya, dan dia juga memilih spesialisasinya tanpa memperhatikan besarnya keputusan yang dia buat, hanya berdasarkan saran orang-orang yang juga tidak memiliki konsep tentang bagaimana rasanya menjadi seorang dokter.

Tiga tahun residensi dalam kedokteran keluarga membawa kenyataan pahit sampai ke kamar tidur, karena tanggung jawab merawat orang-orang dari buaian hingga liang kubur dengan cepat mengambil alih hidupnya. Seandainya dia lebih memperhatikan cara kerja di sekitarnya, dia akan menyadari pada waktunya untuk memperbaiki kesalahannya, bahwa hari-hari dokter keluarga yang sangat dihormati telah hilang tanpa harapan selama beberapa dekade.

Sudah terlambat sekarang! Dengan beberapa tahun yang hilang dengan segunung utang atas namanya dan istri, dia sekarang terjebak oleh kenaifan masa muda. Yah... beberapa hal sepele dan kontrak yang telah dia tanda tangani dengan huruf sangat kecil yang hampir tidak terbaca beberapa bulan sebelum dia kembali ke Taluk Kuantan sekitar empat tahun lalu.

Praktik medis yang menyerap kehidupan perlahan-lahan dan akan menjadi miliknya saat ia secara bertahap membiayai pensiun yang menguntungkan si dokter tua bangka Hang Jebat. Mengingat bahwa dia pernah mengagumi pria itu, seharusnya dia mendapatkan pengacara yang baik sebelum membuat kesepakatan gila. Tetapi bahkan itu tidak masalahnya dalam jangka panjang, karena dia terpaksa membayar dokter pengganti untuk melanjutkan spesialisnya an kemudian untuk biaya pengobatan fenomenalnya sendiri yang dihabiskan setelah kecelakaan itu.

Dia baru saja bisa kembali bekerja dengan berjalan terpincang-pincang, dan tempat serta orang-orangnya sudah sangat kewalahan.

Faktanya, sekarang tampaknya jauh lebih semrawut daripada sebelum kecelakaannya, dan mungkin setelah itu pada dasarnya klinik akan berjalan dengan autopilot selama ketidakhadirannya.

Dan mendadak dia teringat janji yang dia buat untuk makan siang bersama Kuntum.

Jam setengah satu! Dia terlambat lebih dari setengah jam. Bukan waktu yang baik untuk memulai makan siang pada hari-hari ini. Tapi sakit kepalanya, gempa bumi, dan banyak gangguan lain yang mengacaukan pikirannya menjadi penyebabnya. Siapa yang bisa menangani semua omong kosong ini?

Ketika akhirnya dia sampai di Rumah Nenek, kedai kecil yang buka dari pagi hingga petang yang telah menjadi tempat makan siang sesekali mereka selama beberapa tahun terakhir, ternyata Kuntum telah memesan untuk mereka dan sedang berbicara dengan pelayan untuk menjaga makanan mereka tetap hangat sampai dia datang.

Sebagai pasangan, Awang dan Kuntum terlihat sangat serasi. Dan sesungguhnya, bukan hanya tampilan luar. Keduanya memiliki rambut cokelat kehitaman dan kulit sawo matang terbakar sinar matahari. Tidak ada yang meragukan kecocokan keduanya.

Saat bersama, mereka saling memuji, dan penampilan fisik mereka, benar-benar tampak terpancar cinta yang pernah mereka bagikan dengan tulus. Namun, kehidupan seorang dokter tidak pernah mudah, dan jalan hidup Awang jauh dari pengecualian.

Masalah perkawinan mereka begitu parah sehingga masalah keuangan mereka tampaknya hanya secuil puncak gunung es.

Ketika mereka pertama kali jatuh cinta, keduanya tidak siap menghadapi cobaan yang akan terjadi dalam hidup mereka.

Awang secara bertahap hanyut ke dalam kesibukan di klinik, dan Kuntum akhirnya harus mengisi waktunya dengan cara lain. Sebagai seorang anak yang disia-siakan semasa kecilnya, dia memiliki kebutuhan yang terus menerus untuk memiliki teman dalam hidupnya, dan ini mungkin yang menjadi masalah terbesar dalam pernikahan mereka.

Awang memiliki sifat cemburu yang meskipun sangat tidak masuk akal mengingat kesibukannya, dia tidak pernah menyembunyikan sekali pun kecemburuannya. Tentu, dia bisa mengendalikan perasaannya secara umum. Tapi Kuntum tampaknya memiliki cara yang aneh untuk mendorong masalah yang membuat suaminya marah. Dia hanya tidak mengerti bahwa dia seharusnya tidak mengibarkan sinyal perselingkuhan di depan wajahnya dengan begitu sering dan jelas, aman atau tidak.

Berada di tempat kerja sepanjang hari dia terus-menerus menelepon Kuntum, dengan keyakinan bahwa dia punya alasan bagus untuk tidak mempercayai istrinya. Paranoia yang telah berkembang sejak kecelakaannya sama sekali tidak membantu.

Hari ini menjadi ujian yang sulit bagi ketahanannya saat Gumarang Koto dengan santai mendekati meja mereka dan duduk di samping Kuntum.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun