Ketika akhirnya dia sampai di Rumah Nenek, kedai kecil yang buka dari pagi hingga petang yang telah menjadi tempat makan siang sesekali mereka selama beberapa tahun terakhir, ternyata Kuntum telah memesan untuk mereka dan sedang berbicara dengan pelayan untuk menjaga makanan mereka tetap hangat sampai dia datang.
Sebagai pasangan, Awang dan Kuntum terlihat sangat serasi. Dan sesungguhnya, bukan hanya tampilan luar. Keduanya memiliki rambut cokelat kehitaman dan kulit sawo matang terbakar sinar matahari. Tidak ada yang meragukan kecocokan keduanya.
Saat bersama, mereka saling memuji, dan penampilan fisik mereka, benar-benar tampak terpancar cinta yang pernah mereka bagikan dengan tulus. Namun, kehidupan seorang dokter tidak pernah mudah, dan jalan hidup Awang jauh dari pengecualian.
Masalah perkawinan mereka begitu parah sehingga masalah keuangan mereka tampaknya hanya secuil puncak gunung es.
Ketika mereka pertama kali jatuh cinta, keduanya tidak siap menghadapi cobaan yang akan terjadi dalam hidup mereka.
Awang secara bertahap hanyut ke dalam kesibukan di klinik, dan Kuntum akhirnya harus mengisi waktunya dengan cara lain. Sebagai seorang anak yang disia-siakan semasa kecilnya, dia memiliki kebutuhan yang terus menerus untuk memiliki teman dalam hidupnya, dan ini mungkin yang menjadi masalah terbesar dalam pernikahan mereka.
Awang memiliki sifat cemburu yang meskipun sangat tidak masuk akal mengingat kesibukannya, dia tidak pernah menyembunyikan sekali pun kecemburuannya. Tentu, dia bisa mengendalikan perasaannya secara umum. Tapi Kuntum tampaknya memiliki cara yang aneh untuk mendorong masalah yang membuat suaminya marah. Dia hanya tidak mengerti bahwa dia seharusnya tidak mengibarkan sinyal perselingkuhan di depan wajahnya dengan begitu sering dan jelas, aman atau tidak.
Berada di tempat kerja sepanjang hari dia terus-menerus menelepon Kuntum, dengan keyakinan bahwa dia punya alasan bagus untuk tidak mempercayai istrinya. Paranoia yang telah berkembang sejak kecelakaannya sama sekali tidak membantu.
Hari ini menjadi ujian yang sulit bagi ketahanannya saat Gumarang Koto dengan santai mendekati meja mereka dan duduk di samping Kuntum.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H