Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Milikku

3 September 2022   19:11 Diperbarui: 3 September 2022   19:19 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibuku membawa dompet ritsleting dengan kompartemen rahasia dan diamankan dengan tali kareat. Tempat untuk uang kembalian, satu atau dua lembar uang kertas yang digulung, tempat untuk segala sesuatu dan segala sesuatu di tempatnya. Dia akan membawa dompet itu bersamanya bahkan di tempat yang aman, seperti ketika dia mengunjungi orang. Benda itu ikut dari kamar ke kamar dengan dia.

Dompetnya adalah alegori untuk kehidupan yang dipertahankan dari kekalahan, badut tak diinginkan yang melompat keluar dari dalam kotak kayu.

Pelajaran hidupnya selalu-cerita peringatan, dengan kata lain tempat untuk segala sesuatu dan segala sesuatu untuk di tempatnya.

Ayahku, di sisi lain, adalah seorang gelandangan  di masa mudanya. Dia adalah seorang lelaki dengan kecenderungan acuh terhadap rahasia dan bersikap sebodo amat

Ini adalah tasnya yang kubawa. Semuanya bercampur aduk bagai unjuk rasa anarkis dalam karung.

Uang bercampur dengan bungkus permen, potongan tiket yang disematkan pada tisu yang diolesi lipstik atau sambal, dompet yang terkubur di sudut di bawah kotak kacamata.

Ketika aku mencari sesuatu yang sangat kecil di ceruk, (kotak obat, lip gloss, kikir kuku, pisau lipat, klip kertas), jariku pasti terluka dan berdarah.

Aku telah mempertimbangkan untuk membuang tas-tas gelandangan itu: bunga, bordir, tenunan, beledu lembut yang terlipat sendiri seperti tangan menggenggam, dan menukarnya dengan dompet ibuku yang lebih sederhana.

Dompet ibu mempunyai tempat untuk segalanya. Segala sesuatu di tempatnya: ritsleting, kompartemen, saku, yang sudah dikenal tanpa harus meraba-raba.

Aku sudah mencoba membawa dompet seperti itu sekali atau dua kali. Tidak berhasil.

Karena itu adalah dompet ibu.

Bukan milikku.

Bandung, 3 September 2022 

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun