Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Begal Rimba Tulang Bawang (Bab 15)

1 September 2022   18:42 Diperbarui: 1 September 2022   18:44 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

"Dia benar. Kau penuh kejutan," sambung Ongko sambil menendang tulang rusuk Keti, membuat wanita mungil itu berteriak kesakitan. Sambil memegangi dadanya, dia merangkak hendak meraih pedangnya, tapi penyerang pertama menendang senjata itu menjauh dari jangkauannya.

"Ongko, biarkan aku yang membunuhnya," katanya. Pemimpin kelompok begundal yang kehilangan tiga dari empat anak buahnya itu mengangguk sambil kembali meludahi Keti.

Dengan seringai di wajahnya, penyerang kedua mengangkat goloknya tinggi-tinggi, bersiap untuk memenggal kepala Keti. Saat dia membungkuk untuk menebas, sebatang anak panah menembus perutnya. 

Goloknya terlepas dari tangannya tanpa sempat menyentuh kulit Keti, dan dia memegang pangkal anak panah yang menembus perutnya dengan tatapan yang sukar diartikan. Tubuhnya berputar dalam gerak lambat dan hal terakhir yang dia lihat adalah seorang lelaki mengayunkan pedang ke arah leharnya.

Janar melompati pria itu bahkan sebelum tubuhnya menyentuh tanah dan menyerang Ongko. Dia menerjang lawannya dengan membacokkan pedangnya dari atas kepala. Ongko menangkis serangan pedang Janar, dan terkejut ketika menyadari pedangnya hampir terlepas dan tangannya begetar kesemutan.

Dipenuhi amarah yang memuncak, Janar mengayunkan dan menusukkan pedangnya secara beruntun, mendesak lawannya ke belakang yang kewalahan menangkis serangan pedang Janar.

Tiba-tiba terdengar suara suitan dan Janar mendadak berjongkok, memelototi Ongko dengan penuh kebencian.

Pemimpin kelompok yang kehilangan semua anak buahnya itu keheranan menatap Janar. Mengapa dia berjongkok? Apakah dia terkena sakit pinggang karena terlalu memaksakan diri dengan semua jurus itu? Sudahlah, ini kesempatanku, pikirnya sambil mengangkat pedangnya ke atas kepala dengan senyum kemenangan tersungging di bibirnya.

Bibirnya masih belum sepenuhnya membentuk senyum sempurna ketika Palupi mengirim anak panah berikutnya tepat ke dahinya, menembus tengkorak hingga ke bagian belakang kepala.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun