Sebelum yang lain bisa bereaksi, Keti mengirim keris keduanya terbang langsung ke pria di sebelah kirinya. Pria itu dengan lincah berkelit ke kanan, menghindari keris terbang dengan mudah. Keti tersenyum. Selalu saja mereka jatuh karena tipuan yang sama. Dia melompat ke kiri, pedangnya terhunus dan dia menerjangnya.
"Awas, tolol!" teriak Ongko, terkejut dengan kecepatan dan kelincahan Keti.
Peringatan itu sungguh terlambat. Leher pria itu terpenggal dalam satu sabetan pedang. Tubuhnya ambruk dan kepalanya menggelinding ke dalam semak-semak sejauh tujuh langkah dari badannya.
Dua begundal yang tersisa menerjang Keti dengan golok namun gagal. Dengan anggun Keti menari menghindari serangan mereka.
Ongko si pemimpin yang dipenuhi dengan kemarahan, menghunus pedangnya dan berjingkat diam-diam mencari celah.
Penyerang pertama mengayunkan goloknya membabi buta, mengamuk karena ketidakmampuannya menebas Keti. "Diam! Jangan menghindar!" teriaknya marah. Penyerang kedua melangkah mundur, tidak ingin terbabat oleh amukan golok temannya.Â
Dia menunggu dengan sabar menanti kesempatannya untuk menyerang. Betapa terkejutnya dia ketika Keti merunduk di bawah ayunan golok liar penyerang pertama dan meluncur ke arahnya secara tak terduga. Saking terkejutnya kakinya menjadi lumpuh.
"Hwarakadah!" seruan sambil mengangkat golok untuk menangkis serangan pedang Keti. Namun Keti mendadak berlutut dan dengan gesit menebas perut buncit yang telanjang. Pria itu terhuyung-huyung, tangannya menahan ususnya yang terburai.
Penyerang pertama meraung frustrasi meyaksikan kematian temannya dan semakin kalap mengayunkan golok. Keti memasang kuda-kuda, tangannya mencengkeram gagang pedangnya erat-erat, mengantisipasi langkah musuhnya.
Saat itulah dia merasakan sebuah pukulan di bagian belakang kepalanya. Dia jatuh berlutut dengan pandangan berkunag-kunang. Saat dia mendongak untuk melihat sekilas siapa yang menyerangnya, kepalanya ditendang dan diinjak ke tanah. Terdengar gelak tawa mengejek.
"Bajingan, kau membunuh anak buahku!" Ongko memaki dan meludahi wajah Keti. Begal wanita itu mengutuk dirinya sendiri karena ceroboh. Terlalu fokus dengan pertarungannya, dia lupa tentang pemimpin mereka.