Lelaki di belakang bocah perempuan itu tertawa terbahak-bahak. Kelihatannya, dia merupakan pemimpin para begundal yang mengepung Keti.
"Perempuan, kau tidak seperti yang kuharapkan. Dari cara dia bercerita tentang dirimu, aku membayangkan seorang wanita setinggi pria dengan bekas luka di wajahnya dan golok besar di tangan."
Kemudian dia menatap si gadis kecil, mengencangkan cengkeramannya di leher si bocah dan mengguncangnya dengan keras. "Jangan bilang kamu salah orang."
Gadis kecil itu mengerang kesakitan, "Tidak. Sumpah, ini yang namanya Keti."
Lelaki itu kembali menatap Keti, seakan tak percaya wanita mungil di depannya itu yang telah memorakporandakan pasukan kerajaan.
"Aku pikir tadinya akan mendapat lawan tanding yang setara, karena belum pernah melihat seorang wanita berkelahi seperti yang dia katakan. Aku menyukai tentangan dari lawan yang sepadan. Tentu bukan dengan yang ini," katanya kecewa sambil menuding Keti.
Lelaki di belakang Keti tertawa sambil menjilat bibir. "Ongko, kita bisa menghibur dia sdikit. Kamu tahu," dia berkata sambil mengedipkan mata memajukan pantatnya yang disambut tawa dan anggukan setuju dari rekan-rekannya.
"Lakukan saja apa yang kalian mau, anak-anak," kata lelaki yang dipanggil Ongko sambil duduk santai di atas batu.
Pria di belakang Keti memegang bahu gadis begal itu. Secepat kilat tangannya mencengkeram pergelangan tangan lelaki itu itu dengan erat dan menariknya ke depan hingga terhuyung maju. Satu gerakan yang yang nyaris tak terlhat saking cepatnya, Keti mencabut keris dari bawah ketiaknya. Jeritan pria itu tak lebih dari setarikan napas saat keris Keti menusuk tenggorokannya.
Degup jantung berikutnya pria yang tadinya sangat bernafsu untuk menikmati tubuh Keti terbaring di tanah dengan napas terengah-engah, lalu mati dengan mata terbelalak ngeri.