Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pripyat

30 Agustus 2022   07:22 Diperbarui: 30 Agustus 2022   07:23 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang petugas pemadam kebakaran berjalan sndirian melalui jalan yang sepi.

Dia melihat taman bermain tempat dia berlari semasa kecil, dan memperhatikan sejenak saat ayunan, rongsok tetapi utuh, berayun di angin musim kemarau. Secarik kertas menguning tertiup ke seberang jalan dan tersangkut di semak berduri yang tumbuh di sisi jalan.

Ketika dia pertama kali bangun, dia pikir itu semua hanya mimpi: panggilan darurat yang panik, asap di kejauhan, kengerian ketika mereka mengetahui bahwa tujuan dan kobaran api besar ada di pembangkit listrik, menonton yang tak berdaya ketika yang lain menyerah radiasi sebagai lawan dari nyala api, dan kemudian kebutaan.

Dia terbangun berkali-kali sejak itu, tetapi tidak pernah sebagai petugas pemadam kebakaran, selalu sebagai pasien. Masuk dan keluar dari rumah sakit, koma. Dalam mimpinya, dia tidak pernah berjalan dan dia tidak pernah bebas dari rasa sakit. Bangun dan tidur sama saja baginya; kebutaannya membuat malam menjadi segalanya. Dia telah mendengar peristiwa-peristiwa besar terungkap dalam mimpinya: revolusi, demokrasi, kemerdekaan, tetapi itu baginya terasa seperti halusinasi mimpi dalam demam tinggi yang berlangsung bertahun-tahun dan puluhan tahun.

Dan kemudian, dari suara panik perawat yang bergegas membunyikan alarm memudar menjadi kegelapan. Dia tiba-tiba terbangun dengan pemandangan yang indah: matahari terbenam musim gugur di atas Pripyat, tempat yang paling dia cintai di dunia. Dia berdiri, bebas dari tempat tidur dan rumah sakit abu-abu. Rasa sakit itu hilang.

Dia bisa melihat.

Dia bisa melihat Pripyat di depannya, dan raksasa hitam Chernobyl di belakangnya. Namun keduanya tidak seperti yang dia ingat.

Pabrik telah dibangun kembali, beberapa struktur besar menggantikan bangunan tua yang diabaikan.

Kota itu sepi.

Bukan sepi seperti Sabtu pagi. Pripyat tampak seperti tempat yang kosong selamanya. Rerumputan, bahkan pepohonan tumbuh subur dari retakan-retakan di trotoar. Jendela-jendela di gedung-gedung apartemen hilang atau rusak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun