Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kasus Sang Harimau (Bab 6)

24 Agustus 2022   21:27 Diperbarui: 24 Agustus 2022   22:15 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Lelaki itu membuka kancing atas jas hujannya, memperlihatkan dasi yang kusut. "Aku ingin memesan kamar, Pak," katanya. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling bar. "Kalau masih ada kamar kosong."

"Hanya untuk satu malam?" tanya Danar.

"Ya. Mungkin dua, tapi aku harap tidak."

Dia lalu batuk berdahak dan mengeringkan tangannya dengan handuk kecil yang ditawarkan Danar. "Ada sedikit masalah dengan mobilku."

"Sepertinya kami bisa memperbaikinya untuk Anda, Pak," kata Danar dengan ramah.

Lelaki itu melepas jas hujannya dan maju ke bar. Hangatnya udara dalam ruangan telah memulihkan sebagian rasa percaya dirinya dan suaranya jauh lebih nyaring. "Sekarang, yang saya butuhkan hanyalah minuman yang enak. Lebih baik kalau ada sebotol wiski."

Danar membuka tutup botol dan menuangkannya ke dalam gelas. "Apakah ini cukup, Pak?"

"Tidak." Dia mengambil gelas dan menghabiskannya dalam sekali teguk. "Sekarang jauh lebih baik."

Alkohol mulai bekerja dan sedikit rona merah memenuhi pipinya yang kasar. Aku duduk mengawasinya tanpa semangat. Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan dalam, suasana hatiku belum pulih. Dia tidak akan menganggapku sebagai teman minum yang sempurna.

Dia menyesap gelas kedua dan menghapus bibirnya dengan punggung tangan.

"Tidak baik menyisakan minuman." Dia menoleh ke arahku, menunjuk ke botol. "Maukah kamu minum dengan saya?"

"Terima kasih," jawabku singkat. "Aku sudah minum segelas tadi."

Dia menatapku sejenak, menilaiku. Dia bertanya-tanya, pikirku masam, jika aku tipe orang yang akan duduk sepanjang sisa malam untuk ditonton.

Pria itu menoleh ke Kirana yang diam-diam menyelinap ke dalam ruangan. "Ngomong-ngomong, apakah kamu punya telepon yang bisa aku gunakan? Aku tidak mendapatkan sinyal di ponsel." melambaikan ponsel Samsung Galaxy ke arahnya.

Kiran mengangguk ke arah telepon di belakang bar. "Maaf, sambungan telepon sedang tidak berfungsi karena badai."

"Oh, sialan!" kata lelaki itu. "Pada saat seperti ini!" dia meneguk wiskinya lagi dan menyapu kumisnya dengan kesal.

Kirana berjalan ke arahku, seakan-akan ingin membereskan meja. Rambutnya baru dikeringkan sehingga memantul di bahunya saat dia bergerak.

"Ada telepon umum di ujung jalan," sarannya. "Saya rasa mereka juga rusak, tapi mungkin patut dicoba."

Dia melewatiku dan berdiri di sampingku.

"Tidak penting, lebih baik menunggu dalam cuaca seperti ini," dia memutuskan.  

Dia melihat sekeliling, jelas menikmati para pengunjung yang tertawan di ruangan, lalu kembali ke Danar. "Berapa utangku padamu, pak tua?"

'Sebotol wiski, seratus dua puluh ribu," kata Danar.

"Ya Tuhan!" kata pria itu. "Tak masalah jika ada yang menemani." Dia melemparkan dua lembar seratus ribu ke meja bar dan mengangkat gelasnya. "Semangat, teman-teman. Kalian mendapatkan cuaca yang cukup buruk ini."

"Lebih baik dari minggu lalu," kata Danar.

Lelaki itu tertawa. "Apa yang kalian alami minggu lalu, tornado?"

"Rasanya seperti itu," jawab Danar serius.

Sementara pendatang baru kami dan Danar sibuk bercanda, Kirana membungkuk dan mengambil piring makanku yang kosong, diam-diam menyelipkan selembar kertas yang terlipat rapat ke tanganku. Saat dia membawa piring kembali ke dapur, aku meletakkan tanganku di bawah meja dan membuka catatan.

'Aku akan berada di kamarmu jam 11. Mwaaah'.

Aku mendongak dan melihat Kirana bergegas di belakang bar. Aku tersenyum padanya dan mengangguk. Dia balas mengangguk dan menyelinap kembali ke dapur.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun