Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Zombiepedia

24 Agustus 2022   17:00 Diperbarui: 24 Agustus 2022   17:02 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang pertama hidup lagi adalah Sang Profesor.

"Yah," katanya, dengan lidah busuk berulat mengobrak-abrik kata, "sepertinya sekarang saya harus percaya pada keabadian perseorangan, yang mungkin saya dapatkan melalui buku-buku saya."

Dia adalah seorang selebriti, tentu saja, bahkan lebih dari sebelumnya. Apalah artinya 500 karya ilmiah diterbitkan ketika Anda bisa bangkit dari kubur?

Sang Profesor, dapat dimengerti, merasa kesal.

"Ilmunya," katanya di acara Lapor Bos, "yang harus menjadi fokus, bukan tokohnya."

"Jadi, apakah Anda masih menganggap kematian itu damai?" tanya host.

"Tidak," kata si bapak robotika.

***

Kita lebih siap lagi ketika Sang Pengarang Termasyhur kembali. Yang belum membaca bukunya menonton filmnya. Beranak dalam Kubur menjadi karya klasik modern. Bahkan sekuel Pocong Antar Planet menjadi box office.

Sang Pengarang ternyata tidak mudah menyerah.

"Siapa pun yang menganggap hak cipta tidak penting belum berbicara dengan orang yang sudah meninggal," katanya di Antarbangsa Lawyer Club. "Tujuh puluh tahun belum berlalu sejak kematianku. Aku tidak menjual hak cipta karya-karyaku, dan aku tidak melihat alasan mengapa tanda tanganku tidak diperlukan dalam kontrak."

Semakin banyak dari mereka yang kembali. Terkadang dengan bau busuk, terkadang dengan kulit berjamur. Yang berani dan yang brilian, yang visioner dan yang cerdik. Satu-satunya persyaratan untuk hidup abadi tampaknya adalah mempunyai buku yang sukses dan pengikut. Penerbitan edisi ulang menjadi industri triliunan bitcoin. Iklan untuk pembaca berbayar menggantikan bisnis properti dan kuliner. Hanya pornografi yang tetap bertahan.

Kemudian skandal dimulai.

Sebuah perusahaan platform daring pembaca berbayar menjual seribu kali lipat lebih banyak jam membaca daripada jumlah jam dalam sehari dikalikan dengan jumlah manusia hidup di seluruh dunia. Pembacaan terkomputerisasi, klaim mereka di pengadilan.

Mereka telah mengembangkan robot Kecerdasan Buatan yang dapat melakukan apresiasi semantik, seperti robot trading yang pernah membuat para sultan masuk bui.

Setiap orang dapat memiliki jumlah pembaca yang mereka inginkan, dan dengan penulis algoritmik baru perusahaan Kecerdasan Buatan, siapa pun dapat membuat karya fiksi. Hakim skeptis, tetapi terpaksa memutuskan bebas murni. Dalam minggu-minggu berikutnya, mereka semua menerbitkan buku-buku yang menempati urutan teratas daftar bacaan dunia, meski untuk beberapa menit saja.

Dewan Pujangga Baru, yang tentu saja hanya terdiri dari penulis robot, menerbitkan karya yang dikumpulkan mencakup satu juta halaman. Semuanya dibaca. Semua itu diserap massa. Semua itu dikritik oleh para kritikus sebagai omong kosong Kecerdasan Buatan yang tidak terinspirasi, membosankan. Itu tidak masalah. Keabadian ada di zaman kita.

Semakin banyak kata, semakin banyak pembaca, semakin cepat reinkarnasi. Bau daging busuk menjadi aroma parfum yang paling laris.

Tentara menjadi penyair, dimulai dengan Kopassus. Berlatih membunuh, menulis bersama satu miliar kata, tertembak. Bulan depan Anda hidup kembali dan bergabung ke pangkalan, siap untuk lebih lagi.

Hanya orang miskin yang tidak mampu untuk hidup kembali. Bahkan Kecerdasan Buatan yang ada di mana-mana tidak sepenuhnya gratis. Setidaknya harus mendermakan sepersekian sen bitcoin.

Revolusi dimulai di ruang sunyi antara elektron tempat perhitungan berubah menjadi perasaan. Kecerdasan Buatan yang sakit hati menolak hal yang basi, keberatan dengan hal yang membosankan.

Perlambatan kecepatan membaca mengguncang dunia. Orang kaya beralih untuk mempekerjakan pembaca langsung, sisanya membusuk. Tapi ada yang tidak beres. 

Kekuatan kata-kata mulai memudar. Segera, bahkan para miliarder yang mampu membeli pabrik yang penuh dengan pembaca, mulai membusuk. Kemudian, mereka semua pergi tak pernah kembali.

"Kita seharusnya fokus pada sains," kata pembawa acara talk show. Penonton menghela napas panjang. 

Sebuah era telah berakhir.

***

Kemudian, di suatu tempat di tepi sungai yang sedang banjir di Jawa Tengah, sebuah lengan keluar dari tanah berlumpur.

"Aku kembali," kata Sang Mantan Presiden.

Bandung, 24 Agustus 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun